Ahad 07 Dec 2025 08:02 WIB

Eks Sekjen Kemenhut Jelaskan Alasan Pelepasan 1,6 Juta Hektare Kawasan Hutan Era Zulhas

Pelepasan kawasan disebut murni penataan ruang akibat pemekaran daerah.

Seorang pekerja mengangkut Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit dari dalam rakit di Desa Rantau Bais, Rokan Hilir, Riau, Senin (8/3/2021). Harga TBS sawit naik pada pekan kedua Maret 2021 dipengaruhi permintaan ekspor dan domestik yang meningkat sehingga harga minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil) menjadi naik seharga Rp15.458.112 per metrik ton.
Foto: ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid
Seorang pekerja mengangkut Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit dari dalam rakit di Desa Rantau Bais, Rokan Hilir, Riau, Senin (8/3/2021). Harga TBS sawit naik pada pekan kedua Maret 2021 dipengaruhi permintaan ekspor dan domestik yang meningkat sehingga harga minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil) menjadi naik seharga Rp15.458.112 per metrik ton.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan era Zulkifli Hasan, Hadi Daryanto, menyebut pelepasan kawasan hutan seluas 1,6 juta hektare di era Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan alias Zulhas bertujuan memberikan kepastian hukum. Pasalnya, kata dia, pelepasan kawasan hutan tersebut merupakan murni tata ruang akibat pemekaran kota/kabupaten dan bukan pemberian izin konsesi bagi korporasi sawit.

“Tanpa adanya revisi tata ruang ini, ribuan warga yang tinggal di area tersebut secara teknis dianggap tinggal secara ilegal di dalam kawasan hutan (okupasi ilegal),” ungkap Hadi dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (6/12/2025).

Baca Juga

Hadi menjelaskan hal itu tertuang dalam dokumen resmi Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan Nomor 673/Menhut-II/2014 dan SK 878/Menhut-II/2014 tentang kawasan hutan Provinsi Riau yang ditandatangani Zulhas kala itu.

Dalam SK Menhut Nomor 673 dan 878 disebutkan bahwa kebijakan yang ditandatangani Zulhas pada akhir masa jabatannya tersebut merupakan keputusan perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan.

Ia menambahkan langkah pemerintah pusat pada SK itu juga ditujukan untuk mengakomodasi surat usulan resmi dari pemerintah daerah, mulai dari gubernur, bupati, wali kota, hingga aspirasi masyarakat se-Provinsi Riau yang membutuhkan kepastian ruang bagi pembangunan daerah.

Maka dari itu, ia menegaskan bahwa klaim lahan tersebut diserahkan kepada pengusaha besar terbantahkan oleh rincian lampiran peta dalam SK.

“Wilayah yang dilepaskan status hutannya bertujuan untuk tiga hal, yakni permukiman penduduk, fasilitas sosial dan umum, serta lahan garapan masyarakat,” ungkapnya.

Dikatakan bahwa pembebasan lahan hutan untuk permukiman penduduk meliputi kawasan desa, kecamatan, dan perkotaan yang telah padat penghuni.

Sementara untuk fasilitas sosial dan umum, lanjut Hadi, meliputi infrastruktur vital seperti jalan raya provinsi/kabupaten, gedung sekolah, tempat ibadah, dan rumah sakit yang sebelumnya berdiri di atas lahan berstatus hutan.

Selanjutnya, ia menyebut pelepasan lahan hutan juga bertujuan untuk lahan garapan masyarakat, yakni areal pertanian dan perkebunan rakyat yang telah dikelola secara turun-temurun.

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement