Sabtu 30 Sep 2023 21:35 WIB

Kejar Emisi Nol Bersih 2060, Ini Strategi Indonesia

Sektor energi merupakan sektor yang menghasilkan emisi gas buang yang besar.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ahmad Fikri Noor
Teknisi memeriksa solar panel pada proyek PLTS Terapung di Waduk Cirata, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (26/9/2023).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Teknisi memeriksa solar panel pada proyek PLTS Terapung di Waduk Cirata, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (26/9/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemerintah telah mencanangkan target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memiliki tugas penting dalam mengejar target NZE tersebut, mengingat sektor energi merupakan salah satu sektor yang menghasilkan emisi gas buang yang besar.

Untuk mengakselerasi capaian emisi nol bersih tersebut, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menyampaikan strategi-strategi pemerintah, di antaranya adalah melakukan revisi Kebijakan Energi Nasional (KEN) bersama dengan Dewan Energi Nasional (DEN).

Baca Juga

"Revisi KEN untuk menjawab dan menyusun langkah apa yang diperlukan sehingga target NZE bisa kita lakukan bersama dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip bahwa (revisi KEN) tidak mengganggu pembangunan yang sedang sekarang berjalan," ujar Dadan dikutip dari keterangan tertulisnya, Sabtu (30/9/2023). 

Kemudian, Dadan menyebut strategi lainnya ialah pada tahun lalu Kementerian ESDM telah membuat tahapan-tahapan mengejar NZE yang termaktub dalam peta jalan transisi energi, yang di dalamnya terdapat upaya-upaya yang akan dilakukan untuk mempercepat NZE pada tahun 2060.

Strategi lainnya adalah mendorong pemanfaatan peningkatan pembangkit berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) sebagai sumber pembangkit listrik, serta dengan melakukan efisiensi energi. 

”Ini yang terus kita dorong bersama dengan PLN secara khusus, untuk pembangkit ketenagalistrikan kita mempunyai RUPTL di PLN yang memberikan fokus kepada peningkatan pemanfaatan energi terbarukan," tambah Dadan.

Dengan pembangkit berbasis EBT tersebut, Dadan meyakini bahwa pada tahun 2060 akan menjadi pembangkit listrik utama dan mampu memenuhi proyeksi kebutuhan listrik nasional 600-700 gigawatt (GW), menggantikan pembangkit listrik berbasis fosil. 

”Potensi EBT kita bisa 4-5 kali lipat lebih banyak dari kebutuhan listrik, karena Indonesia punya berbagai jenis sumber EBT dan jenisnya tersebar di seluruh wilayah Indonesia, tidak banyak negara yang punya seperti ini," jelasnya.

Meski demikian, Dadan menekankan bahwa strategi pemanfaatan peningkatan EBT adalah upaya jangka panjang serta tidak dapat dilihat dari segi banyaknya pembangkit EBT yang dibangun, melainkan juga harus menggerakkan roda perekonomian dan sisi industri, serta dengan mendorong dari sisi sumber daya manusia agar mampu mengelola pembangkit-pembangkit yang ada.

"Kita tidak ingin bahwa pembangkit EBT ini teknologinya kita impor, tapi kita ingin ini menjadi sesuatu yang terintegrasi di dalam negeri, upaya ini jangan diharapkan akan bisa terlihat dalam 1-2 tahun ke depan, dan kita punya waktu untuk menyusun dengan sangat baik karena prinsip inklusif ini harus memberikan manfaat kepada semua pihak," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement