Rabu 01 Nov 2023 05:47 WIB

Ahli Ekologi Ungkap Populasi Manusia akan Runtuh Abad Ini

Runtuhnya populasi manusia disebabkan adanya perubahan iklim.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Seorang ahli ekologi menyebutkan bahwa adanya perubahan iklim berpengaruh besar terhadap populasi manusia.
Foto: AP/Frank Augstein
Seorang ahli ekologi menyebutkan bahwa adanya perubahan iklim berpengaruh besar terhadap populasi manusia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selama 250 ribu tahun hidup di Bumi, populasi Homo Sapiens tetap berada di bawah satu miliar dan kurva pertumbuhannya pun relatif datar. Namun, sejak tahun 1800, populasi manusia telah melonjak secara eksponensial menjadi 8,1 miliar dari hanya di bawah satu miliar.

Seperti yang dikatakan oleh ahli ekologi dari University of British Columbia William E Rees dalam sebuah makalah terbaru, lonjakan populasi ini merupakan jalan menuju bencana yang akan datang. Rees menjelaskan, semua jenis spesies sering mengalami siklus booming and bust yaitu ketika sumber daya melimpah dan ancaman rendah, mereka bereproduksi dan berkembang biak. Namun, ketika sumber daya berkurang, mungkin akibat konsumsi berlebihan atau perubahan lingkungan, populasi spesies akan menurun drastis.

Baca Juga

Dalam makalahnya, Rees menekankan bahwa manusia tidak berbeda dengan spesies lainnya. Dengan demikian, kita sama rentannya terhadap penurunan populasi seperti halnya ledakan populasi.

"Homo sapiens adalah spesies yang berevolusi, produk dari seleksi alam dan masih tunduk pada hukum dan kekuatan alam yang sama yang mempengaruhi evolusi semua organisme hidup," kata Rees seperti dilansir Big Think, Rabu (1/10/2023).

Menurut Rees, manusia juga sedang berada di ambang kehancuran. Peningkatan populasi manusia sebesar 700 persen disertai ekspansi yang berlebihan, seperti penggunaan bahan bakar fosil yang merajalela, penggundulan hutan, pertambangan, dan perusakan lahan pertanian, telah mendorong manusia ke dalam kondisi ekologis yang melampaui batas.

Lantas kapan kehidupan manusia akan runtuh? Rees memperkirakan bahwa hal itu akan terjadi di abad ini.

"Ekonomi global pasti akan menyusut dan umat manusia akan mengalami 'koreksi' populasi yang besar di abad ini," ujar dia.

Rees memperkirakan, keruntuhan ekologis ini bisa berdampak pada 100 juta hingga 3 miliar orang di seluruh dunia. Jadi, keruntuhan populasi dan peradaban yang ia perkirakan akan sangat buruk. Dia bahkan secara singkat melukiskan gambaran suram tentang bagaimana hal itu bisa terjadi.

"Ketika beberapa bagian dari planet ini menjadi tidak dapat dihuni, kita akan melihat pertanian yang goyah, kekurangan pangan, dan kemungkinan kelaparan yang berkepanjangan. Naiknya permukaan air laut selama abad berikutnya akan membanjiri banyak kota dan mengganggu transportasi laut. Beberapa wilayah metropolitan besar akan menjadi tidak dapat mendukung dan tidak dapat bertahan di abad ini,” jelas Rees.

Pendapat Rees tentu saja bukan takdir. Jika terdengar tidak asing, itu karena sebagian besar dari pendapatnya merupakan versi baru dari apa yang ditulis oleh Paul Ehrlich pada tahun 1968 dalam bukunya yang berjudul “The Population Bomb”. Namun demikian, beberapa ahli lainnya memiliki perbedaan pendapat terkait masa depan bumi.

Para ahli demografi di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) misalnya, memperkirakan bahwa populasi manusia akan mencapai puncaknya pada pertengahan tahun 2080-an yaitu sekitar 10,4 miliar jiwa, dan setelah itu akan mendatar dan menurun. Alih-alih karena bencana kehancuran seperti yang diprediksi Rees, perlambatan ini terjadi sebagai dampak dari standar hidup yang lebih tinggi, pengendalian kelahiran, dan pergeseran perspektif tentang keberlanjutan, di antara alasan-alasan lainnya.

Namun, argumen Rees tidak boleh diabaikan sepenuhnya. Ahli ekologi ini telah melakukan penelitian selama puluhan tahun. Rees juga mengacu pada sejarah untuk mencatat dengan benar bahwa banyak peradaban besar sepanjang sejarah manusia telah runtuh dan mengalami kematian, sering kali disebabkan oleh ekologi yang melampaui batas di dalam habitatnya. Dan jika kita tidak berhati-hati, hal yang sama akan terjadi lagi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement