Sabtu 06 Jan 2024 09:50 WIB

Studi Jelaskan Limbah Merkuri Kian Ancam Populasi Ikan

Manusia diminta batasi konsumsi ikan tertentu akibat limbah merkuri.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Setiap orang harus membatasi konsumsi ikan tertentu, seperti tuna, karena kandungan merkuri.
Foto: www.freepik.com
Setiap orang harus membatasi konsumsi ikan tertentu, seperti tuna, karena kandungan merkuri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Paparan merkuri (Hg) sangat bersifat neurotoksik dalam sebagian besar bentuk kimianya. Bahkan para ilmuwan yang mempelajari senyawa merkuri pun berisiko terkena paparan Hg. Fisikawan terkenal Michael Faraday menderita keracunan Hg akibat paparan uap Hg dalam waktu lama, yang membuatnya menghentikan penelitian pada usia 49 tahun karena kesehatannya yang memburuk.

Contoh lainnya adalah ahli kimia laboratorium Karen Wetterhahn yang tewas akibat keracunan dimetil merkuri setelah beberapa tetes keluar dari pipet dan mendarat di salah satu tangannya yang bersarung tangan lateks.

Baca Juga

Sejumlah penelitian telah berfokus pada paparan dan efek Hg, terutama pada makhluk laut dan laut. Sudah menjadi rahasia umum bahwa setiap orang harus membatasi konsumsi ikan tertentu, seperti tuna, karena kandungan merkuri. Namun, muncul pertanyaan: apakah ion merkuri dapat mencapai otak hewan darat?.

Yulia Pushkar, seorang profesor Fisika dan Astronomi di Purdue University’s College of Science pada awalnya merasa skeptis. Dia telah menjalankan program pencitraan otak sejak 2008 di Purdue University. Kelompok penelitian Pushkar ditugaskan untuk memeriksa kandungan Hg dalam otak luwak yang dikumpulkan di Pulau Okinawa. Secara mengejutkan, pemindaian otak menunjukkan adanya kandungan merkuri pada hewan-hewan invasif ini.

Kelompok peneliti menyempurnakan pemindaian tersebut, mencapai resolusi beberapa puluh nanometer untuk mengamati sel-sel otak yang terpengaruh. Temuan kolaboratif mereka baru-baru ini diterbitkan dalam Environmental Chemistry Letters.

Misteri bagaimana merkuri masuk ke dalam otak luwak masih belum terpecahkan. Sumber-sumber yang mungkin termasuk air yang mereka minum, telur burung yang mereka konsumsi, paparan mineral, atau bahkan udara yang mereka hirup. Satu hal yang sangat jelas, ini adalah pertanda yang sangat buruk.

"Hg sangat beracun pada konsentrasi rendah karena Hg dapat mengikat dan mempengaruhi fungsi biomolekul penting. Awalnya saya skeptis apakah ada Hg yang bisa dideteksi. Biasanya, elemen neurotoksik, meskipun masuk ke dalam otak, hadir dalam konsentrasi yang sangat rendah. Kami membawa spesimen ini ke Advanced Photon Source di Argonne National Laboratory, tempat otak terpapar sinar X yang intens. Menentang keraguan saya, sinyal Hg hadir,” kata Pushkar seperti dilansir Phys, Sabtu (6/1/2023).

Dengan memindai sampel otak, para peneliti mulai menelusuri area otak yang tampaknya memiliki kandungan Hg yang lebih tinggi. Setelah tiga tahun penelitian dan lima kali perjalanan ke dua fasilitas sinkrotron nasional (Advanced Photon Source di Argonne National Laboratory dan NSLS-II di Brookhaven National Laboratory), para peneliti sekarang dapat melaporkan bahwa sel-sel otak tertentu: sel-sel choroid plexus dan astrosit dari zona subventrikular mengandung puncta yang kaya akan Hg.

Tim peneliti Pushkar percaya bahwa sel-sel ini membantu menyaring Hg dari darah dan jaringan otak dan menyimpannya dengan bantuan elemen lain, Selenium (Se). Se tertentu yang mengandung molekul biologis yang mengikat Hg masih belum ditemukan.

Penemuan ini memiliki arti penting bagi pemantauan lingkungan pada hewan darat dan menyediakan alat baru untuk melacak Hg dalam sel otak, yang berpotensi berdampak pada kesehatan dan keselamatan manusia.

"Aktivitas manusia menghasilkan emisi 2.000 metrik ton senyawa merkuri setiap tahunnya dan kami tidak sepenuhnya memahami ke mana semua Hg yang bersifat neurotoksik ini berakhir," kata Pushkar.

"Sebagian besar penelitian sejauh ini berfokus pada biota laut (ikan dan paus), namun ternyata spesies darat juga terpengaruh. Kami menduga otak manusia bereaksi terhadap Hg dengan cara yang sama melalui interaksi dengan sel-sel pleksus koroid dan astrosit. Namun, kami tidak tahu apakah otak manusia memiliki cukup biomolekul yang mengandung Se untuk mengikat Hg,” tambah Pushkar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement