Rabu 07 Feb 2024 22:32 WIB

Kekeringan dan Kelaparan Parah Terjadi di Madagaskar, Dampak El Nino

Cuaca ekstrem juga dinilai akan kian parah di Madagaskar.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Kekhawatiran akan memburuknya kelaparan semakin meningkat seiring dengan pola iklim El Nino.
Foto: Dailymail
Kekhawatiran akan memburuknya kelaparan semakin meningkat seiring dengan pola iklim El Nino.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di sebuah desa kecil di selatan Madagaskar, puluhan perempuan berteduh dari teriknya matahari di bawah pohon sambil menunggu untuk menimbang anak-anak mereka. Negara kepulauan di Samudra Hindia ini mengalami curah hujan yang rendah sejak bulan Oktober dan kekhawatiran akan memburuknya kelaparan semakin meningkat seiring dengan pola iklim El Nino.

Negara ini secara khusus terpapar pada peristiwa cuaca ekstrem, seperti badai dan kekeringan yang menurut para ahli diperkirakan akan semakin parah dengan adanya perubahan iklim.

Baca Juga

"Madagaskar sedang menghadapi krisis iklim saat ini," ujar Reena Ghelani, Koordinator Krisis Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk penanganan El Nino seperti dilansir Phys, Rabu (7/2/2024).

Setidaknya 1,3 juta orang di Madagaskar, salah satu negara termiskin di dunia, telah menderita kekurangan gizi, menurut PBB. Dalam beberapa tahun terakhir, bagian Selatan Madagaskar telah dilanda kekeringan terburuk dalam empat dekade terakhir.

Prakiraan cuaca memperkirakan tahun 2024 akan lebih kering lagi, dengan konsekuensi yang berpotensi mengerikan untuk musim panen yang dimulai pada bulan Mei.

"Tidak ada yang tumbuh di tanah kami. Semua yang kami tanam akhirnya gagal. Karena semua ini kami menderita," kata Nasolo, seorang ibu dari 10 anak.

Ia bersama ibu-ibu lain datang ke pusat kesehatan di desa Manindra untuk memeriksakan kesehatan anak-anaknya. Angin kering berhembus di atas tanah merah dan suhu berkisar 35 derajat Celsius.

"Saya datang setiap dua pekan sekali untuk menimbang dan memeriksa kesehatannya," ujar Arisoa (37 tahun) yang telah berjalan kaki sejauh tujuh kilometer untuk menimbang berat badan putranya yang berusia satu tahun.

Tiga bulan yang lalu, ia menyadari bahwa anak laki-lakinya mengalami kekurangan gizi akut. Sebuah gelang kini memonitor massa ototnya.

"Saya harus memberinya ikan, pisang dan nanas. Tetapi kami tidak memiliki sarana dan tidak cukup makanan. Hujan tidak turun," kata Arisoa putus asa.

Secara global, tahun 2023 merupakan tahun terpanas yang pernah tercatat, menurut Organisasi Meteorologi Dunia (WMO). Bulan lalu, WMO memperingatkan bahwa tahun ini bisa menjadi lebih panas karena pola iklim El Nino yang terjadi secara alami, yang muncul pada pertengahan tahun 2023, biasanya meningkatkan suhu global selama satu tahun setelahnya.

Badan pangan PBB (FAO) mencoba membantu petani menghadapi tantangan iklim. Beberapa menggunakan aplikasi ponsel yang dikembangkannya untuk mengumpulkan data agro-meteorologi.

"Aplikasi ini membantu kami memprediksi curah hujan, angin, dan memutuskan apakah akan menanam atau tidak. Ini telah mengubah hidup kami,” ujar Bienvenue Manasoa, yang menanam jagung, sorgum, dan kacang tanah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement