REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peritel pakaian asal Spanyol, Mango, tengah merancang pakaian untuk membantu pengguna menyesuaikan diri dengan perubahan suhu yang tidak menentu akibat perubahan iklim. Langkah ini diambil sebagai salah satu upaya adaptasi, mengingat perubahan iklim dapat membuat tren fesyen menjadi tidak mengacu pada musim.
Chief Executive Mango, Toni Ruiz, menjelaskan industri pakaian biasanya bekerja berdasarkan musim yang digambarkan dengan jelas. Akan tetapi, pemanasan global membuat industri mode perlu beradaptasi dengan periode yang dapat mencakup campuran suhu panas dan dingin, serta memproduksi pakaian yang mencerminkan transisi tersebut.
“Sebelumnya, ketika Anda kembali dari musim panas, semua toko penuh dengan pakaian musim dingin. Semakin banyak pelanggan yang mencari apa yang mereka butuhkan pada saat itu,” kata Ruiz seperti dilansir Investing, Jumat (15/3/2024).
Karena Spanyol dan negara-negara lain di Eropa mengalami suhu yang lebih tinggi selama beberapa periode dalam setahun serta lebih banyak hujan di beberapa tempat, tren pakaian juga mengalami pergeseran.
Menurut Ruiz, tren mode trench coats di kalangan wanita adalah contoh pakaian peralihan musiman. Mango juga menawarkan pakaian untuk pria yang menggunakan bahan yang lebih menyerap keringat dan lebih mampu menahan keringat di hari panas.
Dalam beberapa tahun terakhir, Mango yang dimiliki oleh keluarga telah beralih untuk mendapatkan barang-barang yang bergantung pada tren dari produsen di Eropa dan pakaian fungsional dari produsen di Asia.
“Kami memiliki kemampuan untuk bekerja di dua dunia paralel, tergantung kebutuhan dan sifat produknya. Saya percaya hal ini merupakan sebuah kebajikan yang perlu dilakukan saat ini di dunia yang disruptif ini,” kata Ruiz.
Pada akhir tahun 2023, Mango memasok sekitar 3.000 pabrik di Tiongkok, Turki, India, Bangladesh, Spanyol, Italia, dan Portugal. Ruiz mengatakan bahwa sekitar 40 persen pemasok Mango berlokasi di Eropa, tetapi lebih dari 80 persen volumenya masih diproduksi di Asia.
Rantai pasokan yang fleksibel telah membantu Mango mengatasi gangguan yang baru-baru ini terjadi pada pengiriman melalui Laut Merah, sebuah risiko yang menurut Ruiz kini telah terkendali.
Mango juga telah memfokuskan investasinya untuk menambah jumlah toko dan mengembangkan teknologi. Menurut Ruiz, Mango kini menggunakan kecerdasan buatan untuk membantu melacak tren di media sosial dan melakukan referensi silang data konsumen dengan koleksi dan merek-merek lain.
“Perusahaan ini memiliki platform AI internalnya sendiri, mirip dengan ChatGPT, yang melatih para desainer. Sekitar 20 karya telah dibuat dengan bantuan AI. AI adalah pemain sayap yang hebat dalam strategi kami untuk memahami apa yang terjadi di dunia," kata Ruiz.