Rabu 03 Jul 2024 14:00 WIB

Indonesia dan Australia Perkuat Kerja Sama Transisi Energi

Proyek percontohan kerja sama transisi energi dilakukan di daerah terpencil.

Rep: Eva Rianti / Red: Satria K Yudha
Indonesia dan Australia mempererat kerja sama di bidang transisi energi dan ekonomi hijau.
Foto: Kemenko Bidang Perekonomian
Indonesia dan Australia mempererat kerja sama di bidang transisi energi dan ekonomi hijau.

REPUBLIKA.CO.ID, 

JAKARTA – Pemerintah Indonesia memperkuat kerja sama dalam hal transisi energi dan ekonomi hijau dengan Pemerintah Australia. Kerja sama itu diharapkan bisa membuka peluang investasi yang saling menguntungkan antara kedua negara.

Baca Juga

“Australia merupakan salah satu mitra penting bagi Indonesia. Pada 2023, investasi asing langsung Australia di Indonesia tumbuh sebesar 4 persen atau 545,2 juta dolar AS. Kami melihat potensi besar dalam mengembangkan proyek percontohan untuk kerja sama transisi energi,” kata Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso saat menerima kunjungan Sekretaris Departemen Perubahan Iklim, Energi, Lingkungan, dan Air Australia, David Fredericks pada Selasa (2/7/2024), dikutip dari keterangan pers.

Secara khusus, Susiwijono mengatakan pengembangan proyek percontohan untuk kerja sama transisi energi tersebut yakni pada daerah terpencil di bawah program Kemitraan untuk Iklim, Energi Terbarukan, dan Infrastruktur (Kinetik) Framework.

Program Kinetik Framework merupakan tindak lanjut dari komitmen Presiden RI Joko Widodo dan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese pada Annual Leader’s Meeting (ALM) Indonesia-Australia 2023 lalu. Program itu diharapkan dapat dapat mewujudkan proyek konkret sektor energi ramah lingkungan dengan meningkatkan keterlibatan pelaku usaha dari kedua negara.

Susiwijono menekankan bahwa pemerintahan baru Indonesia, yakni Presiden Prabowo Subianto akan melanjutkan berbagai program prioritas pemerintah saat ini. Khususnya terkait upaya aksesi Indonesia dalam Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) dan transisi energi Indonesia menuju Net Zero Emission (NZE).

Dalam kesempatan itu, Susiwijono turut menyoroti hubungan perdagangan Indonesia-Australia yang semakin meningkat sejak implementasi Indonesia-Australia Comprehensive Aggreement (IA-CEPA). Diharapkan pemanfaatan kerja sama perdagangan yang ada akan membawa lebih banyak investasi ke Indonesia.

“Kami mengundang pelaku usaha Australia untuk berinvestasi dengan memanfaatkan berbagai insentif dan fasilitas di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Saat ini dari 21 KEK yang ada, terdapat 10 KEK dengan fokus khusus pada sektor energi,” ujarnya.

Australia menanggapi komitmen Indonesia secara positif dan berharap bisa berkolaborasi secara lebih serius dengan Indonesia dalam sektor industri dan energi ramah lingkungan.

“Indonesia dan Australia dapat berkolaborasi lebih erat untuk memenuhi kebutuhan negara ketiga di kawasan melalui pengembangan sektor industri energi ramah lingkungan dan prioritas investasi,” ujar Sekretaris Departemen Perubahan Iklim, Energi, Lingkungan, dan Air Australia, David Fredericks.

Dalam pertemuan itu, kedua belah pihak sepakat untuk mengidentifikasi peluang baru dalam investasi, perdagangan pada sektor energi terbarukan. Peluang itu khususnya pada teknologi tenaga surya, teknologi hidrogen, dan carbon capture and storage (CCS) yang dapat mempercepat kedua negara dalam mencapai NZE.

Fredericks juga memperkenalkan Clean Energy Finance Corporation (CEFC) Australia yang dapat memfasilitasi pemerintah Indonesia dengan skema yang memungkinkan pengiriman tim ahli Indonesia ke Australia untuk memperdalam kolaborasi dalam transisi energi berkelanjutan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement