Senin 29 Jul 2024 10:24 WIB

Skema Guna Ulang Jadi Solusi Atasi Sampah Plastik

Produsen didorong mengurangi penggunaan plastik sekali pakai.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Kegiatan Piknik Bebas Plastik yang digelar sejumlah organsiasi non-profit di Jakarta, Ahad (28/7/2024).
Foto: Lintar Satria
Kegiatan Piknik Bebas Plastik yang digelar sejumlah organsiasi non-profit di Jakarta, Ahad (28/7/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berdasarkan laporan OECD-Global Plastics Outlook : Policy Scenarios to 2060 menyebutkan bahwa skenario baseline, penggunaan plastik global diproyeksikan meningkat tiga kali lipat dari 460 juta ton menjadi 1.321 juta ton. Adapun data tahun 2023 menunjukkan 35 TPA mengalami kebakaran dan beberapa mengalami masalah overload seperti di TPA Piyungan Yogyakarta.

Selain perlu pengurangan produksi plastik untuk mengatasi sampah plastik, berdasarkan hierarki pengelolaan sampah, perlu solusi guna ulang untuk mengganti sistem distribusi dan bisnis yang menggunakan kemasan plastik sekali pakai.

Berdasarkan Ellen MacArthur Foundation, ada empat model guna ulang yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu pengisian ulang di rumah (refill at home), pengisian ulang saat bepergian (refill on the go), pengembalian dari rumah (return from home), dan pengembalian saat bepergian (return on the go).

“Solusi guna ulang tidak hanya dapat dilakukan di area perkotaan saja, namun juga dapat dilakukan di area pulau-pulau kecil, salah satunya yang dilakukan oleh Divers Clean Action melalui Toko Cura mengimplementasikan pilot project isi ulang dan guna ulang di Kepulauan Seribu dengan bermitra dengan warung-warung kecil yang juga berkolaborasi dengan Startup Reuse/ Refill provider,” kata Direktur Eksekutif Divers Clean Action (DCA) Swietenia Puspa Lestari, Ahad (28/7/2024).

Sejumlah organisasi non-profit Indo Relawan, Dietplastik Indonesia, Greenpeace Indonesia, Walhi, Econusa, Divers Clean Action (DCA), gerakan kampanye Pulau Plastik, dan Pandu Laut Nusantara menggelar Piknik Bebas Plastik. Mereka biasanya menggelar Pawai Bebas Plastik yang di Car Free Day, Jakarta yang sudah memasuki tahun kelima. Namun, untuk dapat memberikan sentuhan berbeda dan bisa lebih dekat dengan para audiens untuk berdiskusi terkait isu polusi plastik, dilaksanakanlah kegiatan Piknik Bebas Plastik.

Piknik Bebas Plastik menjadi contoh acara publik yang menggunakan protokol guna ulang. Protokol ini mengharuskan para peserta tidak menggunakan kemasan plastik sekali pakai dalam praktek tenant makanan dan minuman serta para pengunjung.

"Melalui Piknik Bebas Plastik, menjadi bukti nyata bahwa masyarakat bisa melakukan praktek guna ulang, membawa tempat makan sendiri, tenant makanan dan minuman juga mampu memfasilitasi praktik guna ulang, seperti dengan menyediakan tempat pencucian alat makan,” kata Manager Komunikasi Dietplastik Indonesia Adithiyasanti Sofia.

Pawai Bebas Plastik menjadi bagian dari kampanye global yang dikenal sebagai #PlasticFreeJuly, yang secara khusus berfokus pada pengurangan penggunaan plastik sekali pakai pada bulan Juli. Para inisiator dari kegiatan Pawai Bebas Plastik ini terdiri atas Indorelawan, WALHI, Greenpeace Indonesia, Divers Clean Action, Dietplastik Indonesia, Econusa, Pandu Laut, dan Pulau Plastik. Pawai Bebas Plastik mengajak organisasi, komunitas dan jaringan masyarakat untuk bergabung dalam gerakan Pawai Bebas Plastik di kota-kota lainnya, bersama-sama menyerukan menghentikan krisis sampah plastik.

Sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk melihat dampak dari plastik sekali pakai yang ternyata tidak hanya berdampak buruk bagi lingkungan dan hewan yang hidup, akan tetapi juga berdampak buruk pada kesehatan manusia. Melihat fakta-fakta tersebut perlu adanya suatu gerakan bersama sebagai upaya pengurangan sampah plastik agar di tahun 2025 Indonesia dapat mencapai target untuk mengurangi sampah plastik sebesar 70 persen.

Piknik Bebas Plastik kali ini diadakan dengan serangkaian kegiatan, seperti talkshow, workshop, showcase, dan pertunjukkan seni lainnya. Talkshow yang dilaksanakan dengan mengangkat isu plastik yang berhubungan dengan kesehatan, iklim, dan masyarakat adat. Tak ketinggalan juga, isu plastik ini berhubungan dengan seberapa besar produksi plastik dari industri minyak dan gas.

Lebih dari 99 persen plastik sekali pakai diproduksi dari bahan bakar fosil, dan emisi gas rumah kaca terjadi pada setiap tahap siklus hidup plastik, mulai dari ekstraksi gas dan minyak hingga produksi, pembakaran, penimbunan, dan bahkan daur ulang. Sebelumnya, fokus analisis dampak iklim pada plastik hanya terbatas pada emisi dari produksi resin dan pembuatan produk plastik.

Namun, pada tahun 2019, Center for International Environmental Law (CIEL) menerbitkan laporan yang memperkirakan emisi global dari seluruh siklus hidup plastik. Produksi kemasan plastik sekali pakai merupakan kontribusi terbesar penyumbang plastik murni setiap tahun, diperkirakan sekitar 40 persen dari total permintaan plastik dan lebih dari setengah sampah plastik di seluruh dunia. Industri juga memperkirakan bahwa pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan signifikan penggunaan plastik di negara-negara berkembang.

Tanggung jawab produsen atas sampah plastik sangat diperlukan, tidak hanya fokus ke hilir, tapi juga hulu ketika plastik pertama kali diproduksi. Saat ini baru 18 produsen FMCG yang telah mengimplementasikan pilot project Permen LHK no 75 tahun 2019 tentang peta jalan pengurangan sampah oleh produsen.

"Jumlahnya masih sedikit dibandingkan seluruh jumlah produsen di Indonesia dan tidak ada transparansi serta capaian dari peta jalan pengurangan sampah dari produsen,” kata Plastics Project Leader Greenpeace Indonesia Ibar Akbar. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement