REPUBLIKA.CO.ID, DAKAR -- Sekitar 50 perempuan Senegal turun ke jalan Dakar untuk menuntut keadilan iklim menjelang Pertemuan Perubahan Iklim PBB (COP29). Aksi tahunan digelar sejak 2021, tapi menurut penyelenggara aksi tahun ini menjadi yang sangat relevan.
Para peserta membawa spanduk dan papan protes menuntut perlindungan pada sumber daya Senegal dan dekarbonisasi.
"Sudah empat tahun kami menggelar aksi, dan tidak ada yang berubah, mereka menghabiskan miliaran rupiah untuk menggelar pertemuan mereka, tapi mereka berutang uang kompensasi kepada kami," kata mantan pemandu wisata dari wilayah Thies, Cheikh Niange Faye, Sabtu (3/11/2024).
Ia merujuk negara-negara yang paling bertanggung jawab atas emisi gas rumah kaca. "Kami dari daerah pedesaan, kami perempuan dari pedesaan, tahun ini kami melihat banyak banjir," tambahnya.
Tahun ini seluruh wilayah Sahel termasuk Senegal dilanda banjir yang memecahkan rekor. Berdasarkan data pemerintah, banjir beberapa bulan terakhir berdampak pada puluhan ribu orang dan merusak lebih dari 1.000 hektar lahan pertanian di utara dan timur Senegal.
Aktivis di Senegal mengatakan negara-negara yang bertanggung jawab atas emisi gas rumah kaca berutang kepada Afrika atas penderitaan yang disebabkan oleh dampak perubahan iklim. Mereka mengutip data dari Carbon Disclosure Project yang menyebutkan kontribusi benua itu terhadap emisi global hanya 3,8 persen.
Aktivis dan penyelenggara utama pawai iklim perempuan Senegal Khady Camara mengatakan menyerukan negara-negara untuk menghormati Perjanjian Paris. Khady Faye melakukan perjalanan ke Dakar dari rumahnya di dekat Delta Saloum di Senegal, wilayah yang mengalami erosi pantai yang parah.
Produksi di lokasi pengeboran lepas pantai pertama Senegal di ladang minyak Sangomar, di lepas pantai Senegal dekat delta, dimulai tahun ini. Kelompok Australia Woodside Energy memiliki 82 persen saham dalam proyek tersebut.
“Pikirkan tentang penderitaan masyarakat ini, pikirkan tentang penderitaan para wanita ini. Cobalah untuk tidak mengganggu delta kami, cobalah untuk tidak mengganggu gas di Sangomar, agar masyarakat dapat hidup normal,” kata Faye.