Rabu 04 Dec 2024 17:56 WIB

Undang-Undang Deforestasi Uni Eropa Tetap Diundur, tapi tak Direvisi

Penerapan UU Deforestasi diundur satu tahun.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Foto kawasan hutan yang rusak akibat pembukaan lahan di perbukitan Sungai Pisang, Bungus, Padang, Sumatera Barat, Kamis (3/8/2017).
Foto: ANTARA FOTO
Foto kawasan hutan yang rusak akibat pembukaan lahan di perbukitan Sungai Pisang, Bungus, Padang, Sumatera Barat, Kamis (3/8/2017).

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Negosiator untuk institusi-institusi Uni Eropa sepakat berkompromi dalam penerapan undang-undang yang melarang impor komoditas yang berasal dari lahan deforestasi. Penerapan Undang-Undang Deforestasi diundur satu tahun, tapi tidak mengubah apa yang sudah diajukan para Anggota Parlemen.

Pada Oktober lalu, Komisi Eropa mengusulkan penerapan Undang-Undang Deforestasi yang dikeluhkan 20 negara anggota, sejumlah perusahaan dan negara di luar Uni Eropa seperti Brasil dan Indonesia, diundur 12 bulan sampai 30 Desember 2025. Pemerintah-pemerintah negara anggota mendukung penangguhan ini.

Namun, bulan lalu anggota parlemen Uni Eropa menggelar pemungutan suara yang tidak hanya menangguhkan penerapan undang-undang tersebut, tapi juga mengubah sebagian isinya. Dengan mengusulkan apa yang disebut kategori negara "tanpa risiko" yang akan melemahkan proses pemeriksaan. Sebagian besar negara yang masuk kategori ini merupakan negara Uni Eropa.

Pada Selasa (3/12/2024), negosiator pemerintah-pemerintah Uni Eropa dan Anggota Parlemen Uni Eropa sepakat untuk menunda penerapan Undang-Undang Deforestasi selama 12 bulan. Tapi tidak mengubah isi undang-undang.

Mulai 30 Desember 2025, perusahaan besar harus menghormati kewajiban yang ditetapkan dalam undang-undang itu sementara perusahaan kecil enam bulan kemudiaan. Langkah ini dirancang untuk membuka ruang bagi perusahaan-perusahaan di seluruh dunia beradaptasi.

Komisi Eropa berkomitmen akan melakukan asesmen untuk mengetahui apakah persyaratan dalam Undang-undang Deforestasi dapat disederhanakan bagi negara yang sudah menjalankan praktik pengelolaan hutan berkelanjutan.

“Penangguhan darurat” juga akan berlaku jika sistem online untuk perusahaan tidak beroperasi penuh pada akhir Desember 2025 atau jika klasifikasi negara tidak dipublikasikan setidaknya enam bulan sebelumnya.

Partai Rakyat Eropa, kelompok parlemen terbesar, yang mendorong perubahan lebih lanjut, menyambut baik penambahan ini. Kelompok Partai Hijau menggambarkan kompromi penundaan tanpa amandemen sebagai "kemenangan parsial namun signifikan".

Peraturan deforestasi tersebut bertujuan untuk menghentikan impor rantai pasok daging sapi, kedelai, kayu, kakao, minyak kelapa sawit, kopi, dan karet dari lahan hasil deforestasi dijual di Eropa, sehingga konsumen Uni Eropa tidak berkontribusi terhadap perusakan hutan dari Amazon hingga Asia Tenggara.

Undang-undang ini dipuji sebagai tonggak penting dalam perang melawan perubahan iklim. Tetapi negara-negara pasar berkembang dari Brasil hingga Indonesia mengatakan perjanjian ini bersifat proteksionis dan dapat menyingkirkan jutaan petani miskin dan berskala kecil dari pasar Uni Eropa.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement