Rabu 11 Dec 2024 16:19 WIB

Transisi ke Kendaraan Listrik Harus Berkelanjutan dan Adil

Kendaraan listrik masih dinikmati 1 persen golongan ekonomi tertinggi.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Penggunaan SPKLU PLN EYE tipe pole mounted charging (SPKLU Tiang), di kantor PLN di jalan KS Tubun, Jakarta Barat.
Foto: dok Republika
Penggunaan SPKLU PLN EYE tipe pole mounted charging (SPKLU Tiang), di kantor PLN di jalan KS Tubun, Jakarta Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pemerintah Provinsi Bali meluncurkan inisiatif Emisi Nol Bersih Bali pada Agustus 2023 lalu, sebagai komitmen untuk menjadi provinsi terdepan dalam mencapai target emisi nol bersih pada 2045, yaitu 15 tahun lebih cepat dari Indonesia. Komitmen ini bagian dari upaya nyata Peraturan Gubernur Bali No. 45 Tahun 2019 tentang Energi Bersih Bali, sekaligus tonggak perjalanan pembangunan hijau di Provinsi Bali.

Sektor transportasi merupakan salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar di Bali, tercatat sebesar 4.664,86 Gg CO2eq atau sekitar 43 persen dari total emisi Provinsi Bali. Angka ini menunjukan transformasi sistem transportasi menjadi lebih berkelanjutan merupakan kunci untuk mencapai target emisi nol bersih.

Dalam siaran persnya, World Resources Institute (WRI) Indonesia mengatakan transisi ke kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) dapat mengurangi emisi transportasi, tetapi perlu dikelola dengan baik agar memberikan manfaat yang luas dan tidak menambah kesenjangan sosial ekonomi. Hal ini disampaikan dalam diskusi “Bali Bicara Transportasi Berkeadilan” tentang transisi energi dan pengembangan transportasi berkelanjutan di Provinsi Bali, serta pemaparan "Studi Dampak Sosial dan Ekonomi dari Transisi EV" di Rumah Tanjung Bungkak di Denpasar.

"Untuk mendistribusikan manfaat transisi kendaraan listrik secara luas dan adil di Bali, perlu adanya kebijakan dan program yang tepat sasaran untuk mendukung kelompok berpenghasilan rendah, meningkatkan akses infrastruktur, dan mendorong kesempatan kerja yang adil,” kata Climate and Just Transition Project Lead WRI Indonesia Hapsari Damayanti, seperti dikutip pada Rabu (11/12/2024).

Kegiatan diskusi ini digelar Koalisi Bali Emisi Nol Bersih, yang beranggotakan WRI Indonesia, Institute Essential Services for Reform (IESR), New Energy Nexus, dan CAST Foundation. Selain itu, acara ini juga menampilkan pameran mitra-mitra koalisi lainnya di sektor transportasi, seperti Asosiasi Dewata Motor Listrik (ADAMOLIS) dan Trans Metro Dewata (TMD).

"Studi Dampak Sosial dan Ekonomi dari Transisi EV yang dilakukan oleh WRI Indonesia bertujuan menjawab dua tantangan utama dalam transisi EV yang berkeadilan, yaitu isu keterjangkauan dan aksesibilitas,” kata Kepala Sekretariat Koalisi Bali Emisi Nol Bersih, Sofwan Hakim.

Sofwan mencatat transisi ke kendaraan listrik atau EV dapat mengurangi emisi transportasi, yang menyumbang 43 persen dari total emisi di Bali. Oleh karena itu, katanya, Provinsi Bali perlu memastikan transisi yang berlangsung tetap mempertimbangan asas kemanusiaan dan keadilan, serta dikelola dengan cara yang baik, sehingga tidak menimbulkan kesenjangan sosial dan ekonomi dan memberikan manfaat bersama yang lebih luas.

Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Bali, IGW Samsi Gunarta mengatakan pemerintah Provinsi Bali menyambut baik inisiatif dan dukungan WRI Indonesia, melalui Studi Dampak Sosial dan Ekonomi dari Transisi EV, yang melihat aspek sosial dan ekonomi dari adopsi kendaraan listrik untuk mendorong transisi transportasi yang berkelanjutan dan adil.

"Kami berharap bahwa penelitian ini dapat memberikan wawasan berharga dalam menyusun kebijakan yang lebih inklusif dan berbasis data,” kata Samsi.

Menurutnya, Pemerintah Provinsi Bali berkomitmen untuk memastikan kebijakan yang diambil dalam melaksanakan transisi energi dan pengembangan transportasi berkelanjutan, sebagai langkah penting untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2045, akan tetap mempertimbangkan dampak sosial-ekonomi masyarakat, khususnya kelompok berpenghasilan rendah, perempuan, dan disabillitas.

“Keberhasilan transisi energi dan pengembangan transportasi berkelanjutan membutuhkan kolaborasi erat dengan berbagai pihak, termasuk lembaga masyarakat, universitas, dan komunitas lokal, untuk menyempurnakan kebijakan yang lebih adil, inklusif, dan berbasis bukti, sehingga transisi energi tidak hanya mengurangi emisi, tetapi juga memperkuat kesejahteraan sosial,” kata Samsi.

Dalam Studi Dampak Sosial dan Ekonomi dari Transisi EV, WRI Indonesia mengembangkan serangkaian indikator dalam menilai keadilan transisi EV di Bali. Studi ini juga melibatkan konsultasi pemangku kepentingan dan survei ahli untuk menyempurnakan dan memprioritaskan indikator-indikator ini, memastikan relevansi dengan konteks lokal, dan selaras dengan kerangka transisi yang adil. Studi menggunakan pendekatan berbagai metode, termasuk analisis konten, diskusi kelompok terfokus (focus group discussion), dan Proses Hirarki Politik (AHP).

Berdasarkan temuan Studi Dampak Sosial dan Ekonomi dari Transisi EV di Bali, WRI Indonesia memberikan tiga rekomendasi kebijakan transisi kendaraan listrik di Bali. Pertama Provinsi Bali harus meningkatkan keterjangkauan harga dan aksesibilitas.

WRI Indonesia mengatakan kendaraan listrik masih dinikmati 1 persen golongan ekonomi tertinggi, insentif kendaraan listrik yang telah tersedia masih perlu ditingkatkan dan kualitas standardisasi stasiun pengisian daya perlu diperbaiki agar kendaraan listrik lebih menjangkau masyarakat luas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement