Jumat 03 Jan 2025 10:26 WIB

Menurut SPKS, Begini Cara Tingkatkan Produksi Sawit Tanpa Tebang Hutan

Program peremajaan sawit rakyt perlu digencarkan.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Kebun sawit (ilustrasi). SPKS mendorong peningkatan produksi sawit tanpa perluasan lahan.
Foto: Dok Republika
Kebun sawit (ilustrasi). SPKS mendorong peningkatan produksi sawit tanpa perluasan lahan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  -- Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) mengatakan pemerintah bisa menjalankan beberapa langkah untuk meningkatkan produksi sawit, tanpa harus melalukan perluasan lahan yang berujung deforestasi. Menurut SPKS, fokus utama pemerintah seharusnya adalah pada program peremajaan sawit rakyat (PSR) yang dinilai masih lambat pelaksanaannya di pemerintahan sebelumnya.

“Program PSR dinilai sedikit lambat pada pemerintahan sebelumnya, karena itu percepatan perlu dilakukan dengan kemudahan akses dan persyaratan dana hibah PSR kepada petani melalui kelembagaan tani atau koperasi,” kata Marselinus Andri dari departemen advokasi Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) kepada Republika, Kamis (2/1/2025).

Baca Juga

Ia menjelaskan target dari program PSR adalah meningkatkan produktivitas kebun sawit yang sudah ada, bukan dari perluasan lahan baru. Dengan langkah ini, SPKS memperkirakan produktivitas sawit nasional dapat meningkat hingga 20 persen pada tahun 2029, tanpa harus melakukan deforestasi. Andri juga menekankan pentingnya peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) di tingkat petani.

“Program pengembangan SDM dan dukungan sarana serta prasarana perkebunan kelapa sawit harus menjadi prioritas. Pemerintah dapat memanfaatkan dana sawit yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) untuk mendukung inisiatif ini,” tambahnya.

Selain itu, Andri menggarisbawahi perlunya percepatan sertifikasi ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk memperbaiki tata kelola sawit rakyat. “Sertifikasi ISPO harus menjadi bagian integral dari peningkatan produktivitas melalui penerapan praktik pertanian yang baik (good agricultural practices/GAP),” jelasnya.

Ia menjelaskan kebijakan ini sejalan dengan strategi dan aksi nasional kelapa sawit berkelanjutan (SANAS KSB) yang akan diluncurkan pemerintah untuk menggantikan Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN-KSB) yang berakhir pada tahun 2024.

Dalam hal kebijakan yang mendukung keberlanjutan industri sawit di Indonesia, Andri memberikan beberapa rekomendasi. Pertama, ia menekankan perlunya fokus pada implementasi kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk memperbaiki tata kelola sawit, termasuk peningkatan produktivitas melalui strategi intensifikasi, penyelesaian legalitas, dan pembenahan rantai pasok dengan traceability.

Kedua, Andri menekankan pentingnya percepatan program PSR dan sertifikasi ISPO bagi petani sawit untuk menunjang produktivitas dan pengelolaan sawit yang berkelanjutan. “Keberterimaan minyak sawit Indonesia di pasar internasional sangat bergantung pada langkah-langkah ini,” katanya.

Ketiga, SPKS mendorong pemerintah untuk fokus pada penegakan hukum terhadap praktik ilegal dalam pengembangan kelapa sawit. “Dengan penanganan yang tegas, potensi penerimaan negara dari sektor ini, yang diperkirakan mencapai Rp 300 triliun, dapat diraih. Pemerintah perlu melakukan analisis ulang terhadap masalah penerimaan pajak yang selama ini merugikan negara,” ungkap Andri. katanya.

Pernyataan SPKS ini untuk menanggapi pidato Presiden Prabowo Subianto terkait sawit. Belum lama ini, Prabowo mengatakan bahwa sawit merupakan aset negara.

Oleh karena itu, Prabowo meminta agar dilakukan perluasan lahan sawit dan menyatakan tak perlu takut dengan deforestasi.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement