Selasa 21 Jan 2025 19:02 WIB

Butuh Langkah Strategis Perbanyak SPKLU

Sebaran SPKLU belum merata.

Petugas keamanan membantu warga yang mengalami kendala registrasi saat pengisian daya baterai mobil di SPKLU di PLN UP3, Bekasi, Jawa Barat, Kamis (12/12/2024).
Foto: ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah
Petugas keamanan membantu warga yang mengalami kendala registrasi saat pengisian daya baterai mobil di SPKLU di PLN UP3, Bekasi, Jawa Barat, Kamis (12/12/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dinilai perlu mengambil langkah strategis untuk mempercepat pengembangan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) di Indonesia. Percepatan ini penting dilakukan guna mendukung adopsi kendaraan listrik (EV) secara luas.

“Secara makro, untuk menarik investor dalam pembangunan SPKLU, pemerintah perlu menciptakan ekosistem yang menarik secara finansial dan regulasi,” kata pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu, Selasa (21/1/2025).

Baca Juga

Ia memandang bahwa insentif fiskal, kemitraan publik-swasta, penyederhanaan perizinan, serta penyediaan infrastruktur pendukung merupakan langkah utama yang harus dilakukan pemerintah dalam pengembangan SPKLU. Langkah ini salah satunya mulai dari memberikan pengurangan atau pembebasan pajak seperti PPh, PPN, atau bea masuk untuk investor yang membangun SPKLU. Kemudian, memberikan subsidi sebagian dari biaya pembangunan SPKLU di wilayah dengan penetrasi EV rendah, seperti luar Jawa.

Pemerintah juga dapat menawarkan tarif listrik khusus yang lebih rendah untuk operator SPKLU, terutama selama masa pengembangan awal ekosistem kendaraan listrik yang sedang berlangsung. Selain itu, investor swasta dapat diundang untuk bermitra dengan pemerintah dalam pembangunan SPKLU, dengan skema bagi hasil atau insentif pendukung.

“Kemudian, menyediakan akses ke pembiayaan berbunga rendah melalui bank BUMN atau lembaga keuangan internasional yang mendukung transisi energi hijau,” imbuhnya.

Yang utama, ujar Yannes, pemerintah perlu mengurangi birokrasi untuk investasi pendirian SPKLU dan waktu proses yang lebih singkat di samping jaminan stabilitas regulasi kepada investor agar mereka merasa aman berinvestasi di sektor SPKLU. Pemerintah juga perlu lebih aktif lagi dalam menggandeng negara-negara yang sudah maju dalam pengembangan EV dan SPKLU, seperti Norwegia, Tiongkok, dan Korea Selatan, untuk transfer teknologi dan investasi.

Yannes menilai, ketersediaan SPKLU memang menjadi salah satu tantangan bagi battery electric vehicle atau BEV. SPKLU yang ada saat ini masih jauh dari target dengan sebaran yang belum merata dan masih terkonsentrasi di kota-kota besar.

“Ini juga masih terus digenjot pertumbuhannya oleh pemerintah, baik melalui penugasan ke PLN, Pertamina, di samping oleh berbagai produsen BEV yang berinvestasi di Indonesia. Hal itu untuk mengantisipasi pertumbuhan BEV baik roda dua maupun roda empat yang menunjukkan tren peningkatan signifikan di tahun-tahun terakhir,” kata dia.

Hal senada juga disampaikan pengamat otomotif Bebin Djuana. Menurut Bebin, pengembangan SPKLU tidak bisa sepenuhnya hanya diserahkan kepada pemerintah. Oleh sebab itu, dibutuhkan kerja sama dengan pihak lainnya.

Ia juga memandang, dibutuhkan regulasi-regulasi yang dapat menggairahkan investor untuk ikut membangun SPKLU di setiap daerah di Indonesia. “Karena jika misalnya SPKLU untuk Sumatra menanti investor dari Pulau Jawa, kapan jadinya? Sementara kebutuhan di Pulau Jawa sendiri demikian besar. Demikian halnya untuk pulau-pulau lain, pulau-pulau besar seperti Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Ini pekerjaan yang sangat besar,” kata Bebin.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement