REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Peristiwa cuaca ekstrem diperkirakan mengakibatkan harga pangan bergejolak sepanjang 2025. Tahun lalu, harga kakao dan kopi sudah naik dua kali lipat.
Hal ini mengonfirmasi peringatan sebelumnya yang mengatakan krisis iklim dapat mengakibatkan kelangkaan pangan. Penelitian perusahaan konsultansi Inverto menemukan kenaikan harga pada sejumlah komoditas pangan yang terjadi tahun lalu sampai Januari berkaitan dengan ketidakpastian cuaca.
Beberapa lembaga cuaca dunia menetapkan 2024 sebagai tahun terpanas yang pernah tercatat. Kemungkinan suhu tinggi akan berlanjut pada tahun 2025. Inverto menyatakan, peristiwa cuaca ekstrem akan berdampak negatif pada panen dan menaikkan harga pangan.
Penelitian Inverto menemukan tingginya curah hujan dan suhu panas di wilayah pertanian menaikkan harga kakao dan kopi tahun lalu, masing-masing 163 persen dan 103 persen.
Kekeringan yang mengakibatkan gagal panen di Bulgaria dan Ukraina yang juga masih dilanda perang di Rusia, menaikkan harga minyak bunga matahari sebesar 56 persen.
Komoditas lain yang mengalami kenaikan harga, antara lain, jus jeruk dan mentega yang naik sepertiga dari harga aslinya. Sementara harga daging sapi naik seperempat dari harga aslinya.
"Produsen dan ritel pangan harus mendiversifikasi rantai pasokan dan pengadaan mereka untuk mengurangi ketergantungan pada satu wilayah yang terdampak gagal panen," kata principal Inverto Katharina Erfort seperti dikutip dari the Guardian, Senin (17/2/2025).
Para ilmuwan iklim mengungkapkan temuan Inverto sesuai dengan ekspektasi mereka.
"Peristiwa cuaca ekstrem di seluruh dunia akan terus meningkat dengan intensif dan semakin sering selaras dengan kenaikan suhu global," kata pakar ketahanan pangan University of Bristol Pete Fallon.
Fallon yang juga pakar ketahanan pangan di badan meteorologi Inggris, Met Office, menambahkan panen kerap kali rentan terhadap cuaca ekstrem. Maka, dapat diprediksi bahwa cuaca ekstrem akan mengguncang produksi pertanian dan pasokan pangan di seluruh dunia. "Yang mana pada akhirnya memicu masalah pada ketahanan pangan," katanya.
Pakar iklim Potsdam Institute for Climate Impact Research Max Kotz mengatakan menunjukkan gelombang panas ekstrem sudah berdampak pada harga pangan. Hal ini terlihat dari kenaikan harga pangan beras di Jepang dan sayuran di Cina tahun lalu.
"Pasar komoditas juga sangat terdampak, gelombang panas dan kekeringan menaikan harga komoditas di wilayah penghasil kakao di negara-negara Afrika barat dan penghasil kopi di Brasil dan Vietnam," katanya.
Kotz mengatakan sampai dunia dapat memangkas emisi gas rumah kacanya, kekeringan dan gelombang panas ekstrem akan semakin intensif di seluruh dunia. "Mengakibatkan masalah yang lebih besar pada pertanian dan harga pangan dari yang kita hadapi saat ini," tambahnya.