REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG — Pemerintah Kota Bandung, Jawa Barat, mengambil langkah hukum terhadap pengelola Pasar Gedebage setelah tumpukan sampah di kawasan tersebut mencapai 1.120 meter kubik. Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, mengungkapkan, penegakan hukum ini menjadi langkah awal untuk menyelesaikan masalah akut di pasar terbesar di Bandung itu.
Farhan menjelaskan, pengelolaan sampah di Pasar Gedebage selama ini bermasalah karena diduga terjadi pungutan liar (pungli) terhadap para pedagang. Setiap lapak dipungut biaya sekitar Rp 5.000 per hari, dengan total sekitar 700 lapak aktif, menghasilkan Rp3,5 juta per hari.
Namun, sampah yang dipungut iurannya tidak dikelola dengan baik, sehingga menumpuk dan menimbulkan ancaman lingkungan. “Sejak Desember 2024, kerugian akibat pengelolaan sampah yang tidak berjalan dengan baik ini sudah mencapai miliaran rupiah,” ujar Farhan di Bandung, Senin (28/4/2025).
Dalam inspeksi di lapangan, Pemkot Bandung menemukan fasilitas pengelolaan sampah di pasar tersebut terbengkalai. Mesin pencacah rusak, biodigester mati, dan pengangkutan sampah tidak dilakukan secara rutin. Kondisi ini memperparah penumpukan sampah, menimbulkan bau menyengat, dan berpotensi memicu ledakan gas metana.
Farhan menambahkan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk segera mengangkut sampah tersebut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti di Bandung Barat. Proses pengangkutan diperkirakan berlangsung selama dua hingga tiga hari, menggunakan sekitar 40 ritase per hari.
“Alhamdulillah, sudah ada solusi. Kami dibantu provinsi dengan peralatan dan personel tambahan untuk mempercepat proses pengangkutan,” ujar Farhan.
Namun, ia mengingatkan bahwa pengangkutan harus dilakukan dengan ekstra hati-hati mengingat risiko ledakan akibat akumulasi gas metana di bawah tumpukan sampah.
“Kami mohon maaf kepada warga Bandung. Kita harus sedikit berkorban selama tiga hari ke depan demi menyelesaikan masalah ini,” katanya.