REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR – Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) Hanif Faisol Nurrofiq menekankan pentingnya pengelolaan sampah yang berkelanjutan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga.
Hanif meninjau langsung Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Regional Sarbagita Suwung dan lokasi rencana pembangunan Terminal Liquefied Natural Gas (LNG) di kawasan Pantai Sidakarya, Bali.
Kunjungan ini bertujuan untuk memastikan progres pengelolaan lingkungan berjalan sesuai regulasi dan prinsip keberlanjutan, sekaligus menjadi pengingat serius kepada pemerintah daerah agar menjaga kelestarian lingkungan sebagai aset utama pariwisata Bali.
Dalam tinjauannya di TPA Suwung, Menteri Hanif menyoroti tingginya timbulan sampah dari Kota Denpasar (769,83 ton/hari) dan Kabupaten Badung (233,50 ton/hari) yang menjadi kontributor utama ke TPA dengan total lebih dari 1.030 ton per hari.
“TPA Suwung memiliki posisi strategis dalam sistem pengelolaan sampah regional Bali. Kita harus memastikan bahwa pengoperasian TPA berjalan sesuai standar lingkungan yang ketat, guna mencegah pencemaran dan menjaga keberlanjutan lingkungan hidup,” ujar Hanif dalam pernyataannya, dikutip Selasa (3/6/2025).
Hanif menegaskan pengelolaan lingkungan harus dilakukan secara kolaboratif. Kerja sama antara Pemerintah Provinsi Bali dan Pemerintah Kota Denpasar perlu diperkuat. Khususnya dalam pengembangan teknologi pengolahan sampah menjadi energi listrik (waste to energy).
Hanif mengingatkan agar pemerintah daerah segera menuntaskan proses perizinan TPA Sarbagita Suwung, untuk menciptakan sistem pengelolaan sampah yang maksimal dan berkelanjutan.
Hanif juga meninjau lokasi rencana pembangunan Terminal LNG di Pantai Sidakarya. Ia menyampaikan proses Persetujuan Lingkungan harus segera dimulai dan melibatkan partisipasi masyarakat secara terbuka.
Hanif mengatakan proses Persetujuan Lingkungan harus diawali dengan diskusi bersama masyarakat sekitar, baik yang pro maupun kontra terhadap pembangunan Terminal LNG. "Karena lokasi pembangunan berada di kawasan Taman Hutan Rakyat (Tahura), maka pelestarian ekosistem sekitar, seperti terumbu karang dan mangrove, menjadi perhatian utama,” tegas Hanif.
Ia juga menambahkan teknologi yang akan digunakan dalam proyek Terminal LNG harus dikaji secara detail oleh Tim Uji Kelayakan, dengan mempertimbangkan seluruh konsekuensi lingkungan yang mungkin timbul.
“Apabila hasil dari uji kelayakan dinyatakan tidak layak, maka pembangunan perlu direalokasi. Namun jika hasilnya layak, maka pembangunan dapat dilanjutkan dengan tetap menjunjung prinsip keberlanjutan,” jelas Hanif.
Kunjungan ini sekaligus menjadi pengingat bahwa pengelolaan lingkungan di Bali bukan sekadar kepatuhan administratif, tetapi juga investasi jangka panjang untuk menjaga daya saing dan keberlanjutan sektor pariwisata.
“Saya berharap pemerintah daerah tidak menunda lagi. Kelestarian lingkungan harus menjadi prioritas utama, karena Bali tidak akan bisa mempertahankan daya tarik wisatanya jika alamnya rusak. Jangan tunggu sampai alam protes,” kata Hanif.