Kamis 12 Jun 2025 10:05 WIB

49 Negara Meratifikasi Perjanjian Laut Lepas

Perjanjian akan berlaku setelah diratifikasi oleh 60 negara.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Foto udara destinasi wisata Pulau Rubiah di Desa Wisata Iboih, Kota Sabang, Aceh, Senin (7/4/2025). Pulau Rubiah memiliki luas sekitar 35,79 hektare dan luas taman bawah laut sekira 2.600 hektare tersebut terkenal dengan panorama hutan yang asri serta pantai bersih sehingga menjadi destinasi wisata favorit yang ramai dikunjungi wisatawan nusantara terutama saat libur panjang.
Foto: ANTARA FOTO/Khalis Surry
Foto udara destinasi wisata Pulau Rubiah di Desa Wisata Iboih, Kota Sabang, Aceh, Senin (7/4/2025). Pulau Rubiah memiliki luas sekitar 35,79 hektare dan luas taman bawah laut sekira 2.600 hektare tersebut terkenal dengan panorama hutan yang asri serta pantai bersih sehingga menjadi destinasi wisata favorit yang ramai dikunjungi wisatawan nusantara terutama saat libur panjang.

REPUBLIKA.CO.ID, NICE — Sebanyak 18 negara meratifikasi High Seas Treaty atau Perjanjian Laut Lepas, sehingga total 49 negara telah menyetujui kesepakatan global ini. Perjanjian tersebut akan berlaku secara resmi setelah mencapai ambang ratifikasi oleh 60 negara.

Pengumuman ini disampaikan saat Konferensi Kelautan PBB yang digelar di Nice, Prancis. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mendesak negara-negara yang belum bergabung agar segera meratifikasi perjanjian tersebut.

Baca Juga

“Perjanjian ini sudah hampir dapat diberlakukan, dan saya mengajak sisa negara yang belum meratifikasi untuk bergabung, jangan biarkan momentum ini hilang,” kata Guterres, Rabu (11/6/2025).

Perjanjian Laut Lepas merupakan instrumen hukum internasional pertama yang mengikat untuk melindungi keanekaragaman hayati di perairan internasional, wilayah laut yang berada di luar yurisdiksi negara mana pun.

Laut lepas mencakup dua pertiga wilayah laut dunia dan hampir separuh permukaan bumi. Hingga kini, belum ada kerangka hukum yang komprehensif dan mengikat untuk konservasi ekosistem di wilayah tersebut.

Padahal, meskipun jauh dari daratan, laut lepas menghadapi tekanan besar akibat penangkapan ikan berlebihan, perubahan iklim, hingga ancaman penambangan laut dalam. Para pemerhati lingkungan memperingatkan bahwa tanpa perlindungan memadai, ekosistem laut di wilayah ini berisiko rusak secara permanen.

“Sampai saat ini, lautan lepas seperti Wild West, sekarang kita memiliki kesempatan untuk menerapkan perlindungan yang tepat,” ujar Kepala Bidang Politik Global untuk Lautan Greenpeace, Megan Randles.

Perjanjian ini juga menjadi kunci untuk mencapai target global “30x30” atau komitmen internasional untuk melindungi 30 persen daratan dan lautan dunia pada 2030.

Selain menetapkan mekanisme pembentukan kawasan lindung laut, perjanjian ini mengatur pembatasan terhadap aktivitas berbahaya seperti penambangan laut dalam dan rekayasa geo-teknik (geo-engineering). Perjanjian juga menyediakan kerangka kerja untuk transfer teknologi, pendanaan, dan kolaborasi ilmiah antarnegara.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement