REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING — Banjir bandang melanda wilayah utara Cina, menewaskan sedikitnya 10 orang dan menyebabkan dua lainnya hilang. Cuaca ekstrem akibat terjebaknya sistem muson semakin memperparah kondisi sejumlah provinsi, dari Mongolia Dalam hingga Sichuan.
Media pemerintah melaporkan sungai-sungai di Mongolia Dalam meluap dan menyapu 13 orang yang tengah berkemah di pinggiran Kota Bayannur. Operasi pencarian dan penyelamatan melibatkan sekitar 700 personel, dan sejauh ini hanya satu korban yang berhasil diselamatkan.
Sejak Juli, Cina digempur cuaca ekstrem akibat sistem muson yang berhenti di wilayah utara dan selatan, menyebabkan hujan deras berkepanjangan.
Pakar cuaca mengaitkan fenomena ini dengan perubahan iklim. Selain menelan korban jiwa, banjir bandang memaksa ribuan warga mengungsi dan menimbulkan potensi kerugian ekonomi yang diperkirakan mencapai miliaran dolar AS.
Bayannur dikenal sebagai pusat produksi gandum, minyak, serta peternakan domba, sehingga banjir bandang di wilayah ini dinilai bisa berdampak pada ketahanan pangan nasional.
Sementara di Hainan, pemerintah mengakhiri larangan penangkapan ikan selama tiga setengah bulan karena cuaca ekstrem, setelah kapal-kapal terpaksa berlindung di pelabuhan akibat hujan deras.
Cuaca buruk juga menyebabkan dua orang tewas dan tiga luka-luka di Provinsi Sichuan ketika rangka baja roboh di sebuah festival bir di Kota Mianzhu. Provinsi ini sebelumnya juga terdampak banjir pada akhir Juli, bersamaan dengan insiden hujan deras di Beijing yang menewaskan 44 orang dan membuat 70.000 warga mengungsi.
Sebagai respons, pemerintah pusat mengalokasikan tambahan dana bantuan bencana sebesar 430 juta yuan (sekitar 59,9 juta dolar AS) pekan lalu. Sejak April, total anggaran penanganan bencana di Cina telah mencapai sedikitnya 5,8 miliar yuan.