Kamis 21 Aug 2025 19:16 WIB

Pertamina Olah Minyak Jelantah Jadi Bahan Bakar Pesawat, ESDM: Inovasi Bersejarah

Peluncuran SAF berbahan baku jelantah disebut tonggak penting transisi energi.

Rep: Frederikus Dominggus Bata / Red: Gita Amanda
Minyak goreng bekas atau yang biasa disebut jelantah (used cooking oil / UCO) telah diolah menjadi bahan bakar pesawat. Inovasi hasil olahan PT Pertamina (Persero) ini dilabeli Sustainable Aviation Fuel (SAF) dan menghasilkan energi bersih, memangkas emisi karbon, serta ramah lingkungan.
Foto: Pertamina
Minyak goreng bekas atau yang biasa disebut jelantah (used cooking oil / UCO) telah diolah menjadi bahan bakar pesawat. Inovasi hasil olahan PT Pertamina (Persero) ini dilabeli Sustainable Aviation Fuel (SAF) dan menghasilkan energi bersih, memangkas emisi karbon, serta ramah lingkungan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia membuka babak baru dalam pengelolaan limbah. Minyak goreng bekas atau yang biasa disebut jelantah (used cooking oil / UCO) telah diolah menjadi bahan bakar pesawat. Inovasi hasil olahan PT Pertamina (Persero) ini dilabeli Sustainable Aviation Fuel (SAF) dan menghasilkan energi bersih, memangkas emisi karbon, serta ramah lingkungan.

Peluncuran komersial awal ditandai dengan penerbangan perdana yang dilakukan maskapai Pelita Air rute Jakarta–Bali pada Rabu (20/8/2025). Acara Inaugurasi Special Flight SAF berlangsung di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang. Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, mewakili Menteri ESDM, menegaskan dukungan pemerintah terhadap langkah ini yang sejalan dengan program prioritas Presiden Prabowo Subianto.

Baca Juga

“Ini adalah program Pak Presiden, Asta Cita harus terus kita laksanakan. Ketahanan energi, dan untuk yang ini tidak hanya ketahanan energinya, tapi juga swasembadanya. Jadi kemandiriannya juga semakin kuat,” ujar Dadan, dikutip Kamis (21/8/2025).

Pertamina menyatakan SAF berbahan baku UCO ini mampu memangkas emisi karbon hingga 84 persen dibandingkan avtur fosil. Hal ini menjadi salah satu daya tarik utama dari inovasi yang dikembangkan di Kilang RU IV Cilacap, karena menawarkan peluang konkret bagi industri penerbangan untuk menurunkan jejak karbon tanpa mengorbankan standar keselamatan dan performa.

Secara teknis, bioavtur yang diproduksi di RU IV Cilacap telah memenuhi standar kualitas nasional melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Nomor 70 Tahun 2025, serta standar internasional ASTM D1655 dan Defstan 91-091. Syarat tersebut penting agar bahan bakar dapat dipakai dengan aman pada pesawat terbang.

Untuk memastikan pasokan bahan baku yang stabil, Pertamina merangkul masyarakat melalui program pengumpulan minyak jelantah. Saat ini 35 titik pengumpulan telah didirikan di lokasi strategis, memberi kemudahan bagi warga mengelola limbah rumah tangga sekaligus menerima saldo rupiah sebagai insentif.

Momentum ini menegaskan transisi energi bersih di Indonesia bukan sekadar wacana, melainkan rangkaian langkah praktis, mulai dari pemanfaatan potensi bioenergi, integrasi teknologi kilang, hingga partisipasi masyarakat dalam pasokan. Kendati begitu, masih ada pekerjaan rumah, terutama dalam pengembangan bioetanol dan penguatan kerja sama lintas lembaga.

“Pertamina bersama seluruh stakeholder sudah membuktikan kita ini raja biodiesel di dunia. Tidak ada yang mengalahkan. Tapi kita masih punya tantangan untuk yang bioetanol. Banyak pekerjaan sudah dilakukan, memang kami mengajak bahwa tidak bisa hanya sektor hilir yang bertanggung jawab,” tutur Dadan.

Dikutip dari keterangan resmi Kementerian ESDM, pengembangan SAF ini bukan lompatan tanpa jejak. Sejak 2021, kolaborasi Pertamina dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) telah menghasilkan bahan bakar dengan campuran bioavtur hingga 2,4 persen (J2.4) melalui mekanisme co-processing di TDHT 1 RU IV Cilacap.

Uji coba pertama dilakukan pada Oktober 2021 menggunakan pesawat teregistrasi militer Dirgantara Indonesia CN235-200 FTB, rute Bandung–Jakarta. Dua tahun kemudian, pada Oktober 2023, pengujian dilanjutkan untuk pesawat komersial dengan uji terbang Boeing 737-800 milik Garuda rute Jakarta–Solo–Jakarta. Rangkaian ini memperkuat bukti kesiapan penggunaan bahan bakar hijau pada armada pesawat.

Direktur Utama Pertamina, Simon Aloysius Mantiri, mengatakan Pertamina SAF merupakan wujud nyata komitmen Pertamina untuk mencapai swasembada energi dan mendukung transisi energi hijau.

“Pertamina SAF telah mengantongi sertifikat International Sustainability & Carbon Certification (ISCC) sesuai standar Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation (CORSIA), mulai dari pengumpulan UCO, fasilitas produksi di kilang, hingga fasilitas transportasi dan distribusi SAF,” jelas Simon.

Ia menerangkan, Pertamina SAF juga telah tersertifikasi oleh Renewable Energy Directive European Union (RED EU). Seluruh sertifikasi yang diperoleh menjadi bukti bahwa rantai pasok Pertamina SAF memenuhi standar keberlanjutan global, serta dapat digunakan dalam penerbangan internasional.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement