Sabtu 06 Sep 2025 21:43 WIB

Google Diam-diam Hapus Janji Net-Zero 2030, Picu Pertanyaan atas Komitmen Iklim

Imbas kebijakan Trump, kini Google mulai mundur soal target NZE 2030

Rep: Lintar Satria/ Red: Intan Pratiwi
People pass a Google logo as they attend the annual industry trade fair
Foto: EPA-EFE/HANNIBAL HANSCHKE
People pass a Google logo as they attend the annual industry trade fair

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Google secara diam-diam menghapus target nol emisi pada 2030 dari situs keberlanjutannya. Hal ini memberi sinyal mundurnya raksasa teknologi itu dari tujuan iklimnya.

Perubahan ini pertama kali dilaporkan Canada’s National Observer. Target nol emisi dihapus saat Google tengah mengembangkan teknologi kecerdasan artifisial (AI) yang harus energi, memperumit pemenuhan komitmen-komitmen lingkungannya.  

Target itu diumumkan CEO Google Sundar Pichai pada 2020 lalu. Google berjanji untuk beroperasi 24 jam penuh menggunakan energi bebas karbon pada akhir dekade.

Perubahan ini tidak hanya dilakukan situs keberlanjutan Google tapi juga di laporan keberlanjutannya. Dalam laporan itu Google mengakui emisi gas rumah kaca yang mereka keluarkan naik 13 persen yang sebagian besar didorong infrastruktur AI.

Dikutip dari Web Pro News, Sabtu (6/9/2025), janji Google untuk menjadi "perusahaan besar pertama yang mengeliminasi warisan karbonnya" diperlunak atau dihapus. Digantikan dengan pernyataan yang lebih samar mengenai operasi keberlanjutannya.

Pengamat mencatat meski Google menegaskan target 2030 tetap menjadi kebijakan internal, penghapusan di ruang publik menimbulkan pertanyaan soal akuntabilitas. “Jejak energi perusahaan teknologi besar kini setara dengan negara kecil,” kata pengamat industri seperti dikutip Slashdot.

Ketegangan ini memperlihatkan dilema antara inovasi teknologi dan tanggung jawab lingkungan. Model AI generatif seperti Gemini membutuhkan daya komputasi besar, membuat target nol emisi makin sulit dicapai. Data Google menunjukkan emisi melonjak 48 persen sejak 2019.

Fenomena ini juga dinilai sejalan dengan pola mundurnya komitmen etis perusahaan. Google pernah menjunjung slogan “Don’t be evil,” sebelum menghapusnya dari kode etik pada 2018. Perusahaan juga menuai kritik akibat keterlibatan dalam proyek militer Project Maven dan menghadapi gugatan antimonopoli terkait praktik periklanan.

Penghapusan janji iklim menambah daftar kontroversi yang, menurut pengamat, menunjukkan kecenderungan Google mengutamakan pertumbuhan dibanding prinsip. Forum teknologi seperti ResetEra menilai langkah ini sebagai momen terbuka ketika motif keuntungan mengalahkan komitmen publik.

Keputusan Google ini juga dinilai berimplikasi luas bagi sektor teknologi. Jika pionir seperti Google mundur, hal itu bisa melemahkan dorongan bagi perusahaan lain seperti Microsoft dan Amazon yang juga menghadapi krisis energi akibat ekspansi AI.

Penghapusan target net-zero 2030 muncul saat dunia membutuhkan partisipasi agresif dari sektor swasta untuk memenuhi Perjanjian Paris. Di media sosial X, sejumlah pengguna menuduh perusahaan melakukan greenwashing, yakni kampanye hijau yang tak sejalan dengan praktik nyata.

Google menyatakan tetap berfokus pada inisiatif “berdampak tinggi” seperti pengembangan teknologi energi bersih. Namun tanpa janji publik yang jelas, mekanisme penegakan komitmen menjadi kabur.

Bagi pembuat kebijakan, kasus Google menjadi peringatan: tanpa regulasi yang ketat, janji iklim dari perusahaan teknologi bisa menguap, meninggalkan warisan “Don’t be evil” hanya sebagai slogan masa lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement