Senin 25 Sep 2023 16:10 WIB

Peneliti Cambridge Berhasil Ciptakan Plastik Ramah Lingkungan dari Protein Nabati

Plastik dibuat dengan meniru konsep jaring laba-laba dan juga cukup kuat.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Peneliti asal Cambridge membuat plastik ramah lingkungan berbahan dasar protein nabati dan diklaim cukup kuat.
Foto: unsplash
Peneliti asal Cambridge membuat plastik ramah lingkungan berbahan dasar protein nabati dan diklaim cukup kuat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Plastik telah menjadi penghambat misi keberlanjutan, karena limbahnya tidak mudah terurai oleh alam secara alami. Akumulasi limbah plastik setiap tahunnya menimbulkan polusi yang mencemari tanah, sumber air, dan dapat menyebabkan dampak kesehatan serius terhadap manusia.

Namun untungnya, para peneliti dari University of Cambridge, menciptakan film polimer (polymeric films) dengan meniru karakter sutra laba-laba (jaring laba-laba). Bahan baru ini diklaim sama kuatnya dengan plastik yang umum digunakan saat ini dan dapat menggantikan plastik pada banyak produk rumah tangga.

Baca Juga

Bahan ini dibuat dengan menggunakan pendekatan baru, dengan merakit protein nabati menjadi bahan seperti sutra pada tingkat molekuler. Metode hemat energi, yang menggunakan bahan-bahan berkelanjutan, menghasilkan polimer film yang berdiri sendiri seperti plastik, dan memungkinkan diproduksi pada skala industri. Warna 'struktural' yang tidak luntur juga dapat ditambahkan ke dalam polimer untuk membuat lapisan kedap air.

Menurut pemimpin studi sekaligus profesor dari Departemen Kimia Yusuf Hamied di Cambridge, Tuomas Knowles, menerangkan bahwa bahan ini dapat dibuat kompos di rumah. Sementara itu, jenis bioplastik lainnya membutuhkan fasilitas pengomposan industri untuk menguraikannya.

“Bahan yang dikembangkan Cambridge juga tidak memerlukan modifikasi kimiawi pada bahan penyusun alaminya, sehingga dapat terurai dengan aman di sebagian besar lingkungan alami,” kata Knowles seperti dilansir The Cool Down, Senin (25/9/2023).

Selama bertahun-tahun, Prof Knowles dan tim, telah meneliti perilaku protein. Sebagian besar penelitiannya difokuskan pada apa yang terjadi ketika protein berada dalam konfigurasi tidak tepat, dan bagaimana hal ini berkaitan dengan kesehatan dan penyakit manusia, terutama penyakit Alzheimer.

"Kami biasanya menyelidiki bagaimana interaksi protein fungsional memungkinkan kita untuk tetap sehat dan bagaimana interaksi yang tidak teratur terlibat dalam penyakit Alzheimer. Sungguh mengejutkan ketika mengetahui bahwa penelitian kami juga dapat mengatasi masalah besar dalam keberlanjutan, yaitu polusi plastik,” kata Knowles, yang memimpin penelitian saat ini.

Sebagai bagian dari penelitian protein mereka, Knowles dan tim tertarik dengan fakta bahwa sutra laba-laba begitu kuat padahal ikatan molekulnya sangat lemah. "Kami menemukan bahwa salah satu fitur utama yang memberikan kekuatan pada sutra laba-laba adalah ikatan hidrogen yang tersusun secara teratur dengan kepadatan yang sangat tinggi," kata Knowles.

Rekan penulis Dr Marc Rodriguez Garcia, seorang peneliti pascadoktoral dalam tim Knowles yang kini menjadi Kepala Litbang di Xampla, mulai mencari cara untuk mereplikasi penyusunan mandiri yang teratur ini pada protein lain. Protein memiliki kecenderungan untuk mengatur dan menyusun diri sendiri secara molekuler. Protein nabati, khususnya, memiliki pasokan yang berlimpah serta dapat diperoleh secara berkelanjutan sebagai produk sampingan dari industri makanan.

Para peneliti menggunakan isolat protein kedelai (SPI) sebagai protein nabati yang diuji, karena protein ini tersedia sebagai produk sampingan dari produksi minyak kedelai.

Produk baru ini akan dikomersilkan oleh Xampla, sebuah perusahaan spin-out University of Cambridge. Perusahaan ini akan memperkenalkan berbagai sachet sekali pakai akhir tahun ini, yang berpotensi mengganti plastik dalam produk sehari-hari seperti tablet pencuci piring dan kapsul deterjen. Bahan tersebut juga memungkinkan untuk diaplikasikan sebagai pengganti beberapa jenis kemasan plastik.

“Sangat menyenangkan menjadi bagian dari perjalanan ini. Ada masalah polusi plastik yang sangat besar di dunia, dan kami berada dalam posisi yang beruntung untuk dapat melakukan sesuatu untuk mengatasinya,” kata Marc Rodriguez Garcia dari Xampla.

Plastik sekali pakai menghadirkan tantangan lingkungan yang signifikan karena tidak dapat terurai secara alami, yang pada akhirnya menjadi mikroplastik saat terkikis dan kemudian mencemari pasokan air global. Plastic Pollution Coalition juga mengungkap bahwa setiap ton plastik yang dibakar akan melepaskan satu ton polusi yang meningkatkan suhu bumi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement