REPUBLIKA.CO.ID, Masih tampak malu-malu matahari pagi ini memancarkan sinarnya ke langit. Tak lama seiring jarum jam berputar, satu demi satu pantulan cahaya menembus celah-celah daun pohon di Taman Hutan Rakyat Minas.
Sisa-sisa embun yang mengendap di rumput dari semalam perlahan mengering. Sesekali kicauan burung kemudian terdengar, dari balik ranting-ranting yang bergelantungan. Sudah tiba waktunya tiba bagi Togar untuk mandi pagi.
Setelah menuruni jalan bebatuan sekira 50 meter dari tempatnya bersantai di bawah pohon rindang, tibalah Togar di bantaran sungai berpasir putih. Airnya keruh layaknya sungai-sungai pada umumnya.
Bersama sang penjaga, sekejap Togar berbaring, menyelupkan badan ke tengah sungai sambil mengangkat belalainya. Sembari mengayun-ayunkan kakinya yang setengah tenggelam, menunggu ayunan gayung membasahi seluruh tubuhnya.
Ya, Togar adalah seekor gajah muda yang dirawat di Pusat Konservasi Gajah, Kecamatan Minas, Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Usianya baru sudah 21 tahun, menginjak remaja.
Togar bukan satu-satunya gajah yang dirawat di pusat konservasi ini. Sedikitnya ada 15 gajah jinak, 10 jantan dan lima betina yang masuk dalam konservasi program Corporate Sosial Responsibility (CSR) PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) bersama SKK Migas dan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Riau yang dimulai sejak tahun 2021.
Usianya beragam. Dari gajah termuda berumur enam tahun hingga yang paling tua menginjak usia 58 tahun. Selain gajah jinak, program konservasi ini juga bertugas menjaga 11 gajah liar. Ada sembilan betina dan dua jantan gajah liar yang bermain di sekitaran Tahura di Minas. Bila dijumlah, setidaknya ada 26 gajah yang masuk dalam program konservasi.
Analyst Social Performance PHR, Priawansyah, menjelaskan, program konservasi gajah Sumatera berangkat dari situasi alam di Riau yang telah didominasi perkebunan sawit. Dulungan, kebun-kebun itu merupakan habitat dari gajah Sumatera.
Situasi ini lantas menimbulkan konflik atau yang biasa disebut sebagai interaksi negatif dengan masyarakat lokal yang juga tak bisa dihindari.
“Akhirnya PHR dan SKK Migas masuk ke sana. Program kami ada dua, betul-betul menjaga gajah jinak, lalu yang kedua juga menjaga gajah liar. Ini dijalani sejak 2021 jadi sudah tiga tahun,” kata Priawansyah saat ditemui di Tahura Minas, pekan ini.
Ia menjelaskan, total populasi gajah liar yang tersebar di Wilayah Kerja Rokan, Provinsi Riau saat ini berkisar 70-80 gajah. Jumlah itu, menurutnya, telah mengalami penurunan dari yang semula diperkirakan berjumlah ratusan gajah.
Priawansyah menambahkan, sebagai operator lapangan migas terbesar dengan luas lebih dari 6.200 kilometer persegi yang memiliki lebih dari 11 ribu sumur aktif, CSR konservasi gajah menjadi sebuah ikhtiar PHR untuk turun langsung menjaga lingkungan habitat hewan.
PHR sebagai bagian dari industri hulu migas yang punya kewajiban memastikan produksi minyak wajib berkontribusi lebih besar terhadap lingkungan sekitar.
“Ini menunjukkan kontribusi positif yang lebih besar dan luas dari keberadaan industri hulu migas di wilayah operasi PHR," Priawansyah menambahkan.
Lebih lanjut, jelas Priawansyah, sekitar Rp 2 miliar yang dialokasikan PHR untuk memenuhi kebutuhan pakan 15 gajah jinak dalam setahun. Kebutuhan pakan merupakan yang utama untuk menjaga keberlangsungan gajah di pusat konservasi ini.
Penetrasi Teknologi....