Kamis 30 Nov 2023 21:56 WIB

Sosialisasi Edukasi Wakaf Hutan di Indonesia Masih Minim

Umat Islam di Indonesia banyak beranggapan wakaf hanya untuk masjid atau sekolah.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Ketua Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana (LLPHB) Aisyiyah, Rahmawati Husein saat sesi kedua talkshow Hutan Wakaf di Jakarta, Kamis (30/11/2023). Talkshow tersebut mengangkat tema Meningkatkan Dukungan untuk Solusi Iklim dari Masyarakat Khususnya dalam Pembiayaan Iklim yang Inovatif. Kegiatan tersebut merupakan rangkaian dari acara peluncuran Mosaic sekaligus Anugerah Syariah Republika (ASR) 2023.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ketua Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana (LLPHB) Aisyiyah, Rahmawati Husein saat sesi kedua talkshow Hutan Wakaf di Jakarta, Kamis (30/11/2023). Talkshow tersebut mengangkat tema Meningkatkan Dukungan untuk Solusi Iklim dari Masyarakat Khususnya dalam Pembiayaan Iklim yang Inovatif. Kegiatan tersebut merupakan rangkaian dari acara peluncuran Mosaic sekaligus Anugerah Syariah Republika (ASR) 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana PP Aisyiyah Rahmawati Husein, menilai bahwa sosialisasi dan edukasi terkait wakaf hutan di Indonesia masih sangat minim. Menurut dia, mayoritas umat Islam masih beranggapan bahwa wakaf hanya bisa dialokasikan untuk pembangunan masjid atau sekolah saja.

“Isu wakaf ini kan hanya aktivisnya yang tahu, sementara masyarakat umum itu tahunya kalau wakaf ke pembangunan sekolah, masjid. Jadi saya kira, pekerjaan rumah kita untuk mengedukasi dan mensosialisasikan masih panjang,” kata Rahmawati dalam diskusi terkait Hutan Wakaf yang diselenggarakan Muslims for Shared Actions on Climate Impact (MOSAIC) di Jakarta, Kamis (30/11/2023).

Baca Juga

Ia kemudian menjelaskan bahwa wakaf hutan juga memiliki nilai manfaat dan pahala, seperti halnya wakaf untuk pembangunan masjid dan sekolah. Hutan wakaf memberikan berbagai manfaat sosial, antara lain menyuplai oksigen, menyerap emisi gas rumah kaca yang memicu pemanasan global, menjaga kelestarian alam dan keanekaragaman hayati, serta menciptakan komoditas ekonomi.

“Kita tahu sendiri kan sekarang polusi udara semakin buruk, napas sudah sesak, makanya hutan wakaf ini sangat penting karena bisa membantu mengatasi masalah polusi juga,” kata Rahmawati.

Rahmawati juga menyatakan bahwa pemuka agama dan organisasi Islam bisa menjadi corong untuk menyampaikan informasi terkait wakaf hutan kepada umat.

“Iya sangat bisa tentunya, para pemuka agama, tokoh agama, membantu menyampaikan apa itu hutan wakaf, apa manfaatnya. Saya yakin jika itu terus dikenalkan kepada umat, maka pada akhirnya mereka akan peduli,” kata Rahmawati.

Sementara itu, untuk merespon perubahan iklim, Muhammadiyah juga telah mengimplementasikan penanaman pohon dan sayur dengan sistem pola asuh. Menurut Rahmawati, sistem ini bisa lebih efektif karena tidak hanya menanam, namun juga pohon tersebut dipastikan tumbuh dengan baik.

“Kalau cuma menanam kan banyak yang enggak bisa tumbuh, mati tanamannya. Itu yang kami antisipasi. Makanya kami menerapkan sistem pola asuh ini,” jelas dia.

Melalui sistem pola asuh ini, kata Rahmawati, setiap anggota Aisyiyah dan Muhammadiyah diberi tanggung jawab untuk menjaga pertumbuhan pohon tersebut. “Untuk saat ini masih ada di beberapa lokasi, seperti Jawa Timur. Namun  ke depannya, akan terus bertambah bahkan di seluruh Indonesia,” kata Rahmawati.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement