Selasa 19 Dec 2023 21:32 WIB

Revisi Kebijakan Energi Nasional Dinilai Penting untuk Capai Target Net Zero

Kebijakan Energi Nasional sudah harus diselaraskan dengan kebijakan perubahan iklim.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Gita Amanda
Indonesia telah menetapkan target nol emisi (net zero emission/NZE) pada tahun 2060 dengan terus mendorong transisi energi dan hilirisasi. (ilustrasi)
Foto: www.freepik.com
Indonesia telah menetapkan target nol emisi (net zero emission/NZE) pada tahun 2060 dengan terus mendorong transisi energi dan hilirisasi. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia telah menetapkan target nol emisi (net zero emission/NZE) pada tahun 2060 dengan terus mendorong transisi energi dan hilirisasi. Selain itu, revisi Kebijakan Energi Nasional (KEN) dinilai penting untuk menjawab dan menyusun langkah yang tepat dalam mencapai target net zero emisi.

Kepala Biro Fasilitasi Kebijakan Energi dan Persidangan Dewan Energi Nasional (DEN), Yunus Saefulhak, menegaskan bahwa pembaruan KEN lama yang diatur dalam PP 79 Tahun 2014 sangat mendesak. Pasalnya, aturan tersebut sudah berusia hampir 9 tahun, sehingga tidak lagi relevan dengan kebutuhan saat ini dan masa mendatang.

Baca Juga

Urgensi pembaruan KEN juga terkait dengan pertumbuhan ekonomi yang tidak tercapai. Yunus menjelaskan, target pada asumsi makro ekonomi di KEN yang lama sebesar 7 sampai 8 persen pada periode 2017-2022. Namun hal itu tidak sesuai dengan realisasi pertumbuhan ekonomi yang hanya sebesar 5 persen sampai tahun 2019 dan mengalami penurunan signifikan hingga minus 2,07 persen di tahun 2020, serta 3,7 persen di tahun 2021 akibat dampak pandemi. 

“Jadi ini pertimbangan pertama, aturan KEN yang lama sudah tidak update lagi. Makanya harus disesuaikan dengan pertumbuhan ekonomi yang saat ini digagas Bappenas, di dalam RPJMN itu adalah 6 persen di dalam skenario rendah, dan 7 persen di dalam skenario tinggi,” kata Yunus dalam acara Indonesia Mineral and Energy Conference (IMEC) ke-2 di Jakarta, Selasa (19/12/2023).

Alasan kedua, menurut Yunus, disebabkan oleh adanya indikator yang terkait dengan bauran energi. Penyediaan dan pemanfaatan energi itu tidak tercapai, sebagai contoh di 2022 bahwa seharusnya bauran energi baru terbarukan (EBT) itu 15,4 persen dan di 2023 17,8 persen. Namun kenyataannya di 2023 hanya 12,5 persen. Dan apalagi digagas 23 persen di tahun 2025, itu kemungkinan agak sulit tercapai.

“Kita tahu juga KEN sudah harus diselaraskan dengan kebijakan perubahan iklim. Jadi ada Perjanjian Paris, ada target NDC yang mencanangkan Ne Zero Emisi pada 2060,” kata dia.

Ia juga menyampaikan bahwa tujuan besar dari revisi kebijakan energi di Indonesia untuk meningkatkan ketahanan energi sekaligus menyediakan energi dengan harga terjangkau. Selain itu, revisi KEN bertujuan juga untuk memenuhi kebutuhan energi yang rasional untuk mencapai human development index dan ekonomi tinggi sebagai negara maju.

Rancangan Peraturan Pemerintah tentang KEN yang baru ini dirancang dan dirumuskan oleh Dewan Energi Nasional melalui persetujuan DPR. Perkembangan hingga saat ini, revisi KEN masih dibahas di level antarkementerian. Nantinya, akan disampaikan oleh pemerintah ke DPR untuk mendapatkan persetujuan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement