Senin 18 Mar 2024 21:16 WIB

Teh Bisa Jadi Minuman Langka Dampak dari Perubahan Iklim

Perubahan iklim berdampak buruk pada daerah penghasil teh.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Teh yang dianggap sebagai minuman populer bisa jadi langka karena perubahan iklim.
Foto: Pixabay
Teh yang dianggap sebagai minuman populer bisa jadi langka karena perubahan iklim.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Teh menjadi minuman populer dan paling banyak diminum kedua di dunia, setelah air. Setiap harinya, semua orang di berbagai belahan dunia diperkirakan meminum 5 miliar cangkir teh. Namun, teh yang dulu dianggap sebagai minuman populer bisa jadi langka karena perubahan iklim. 

Perubahan iklim merupakan ancaman saat ini dan masa depan bagi produsen teh di seluruh dunia. Penelitian menunjukkan bahwa perubahan iklim akan berdampak buruk pada daerah penghasil teh.

Baca Juga

Sebuah laporan dari Ethical Tea Partnership mengindikasikan bahwa pada tahun 2050, kesesuaian optimal wilayah penanaman teh di Kenya, Sri Lanka dan Cina akan berkurang masing-masing 26,2 persen, 14 persen dan 4,7 persen. Lalu pada tahun 2070 kesesuaian di Sri Lanka diprediksi menurun hampir 30 persen. 

Penelitian lainnya menunjukkan bahwa berbagai wilayah penghasil teh menghadapi tantangan perubahan iklim, termasuk produsen utama seperti negara bagian Assam di India.

"Ada tren global yang berarti setiap kebun, lanskap atau lembah akan terkena dampak yang berbeda dari perubahan iklim. Kami melihat banyak kejadian di mana petani terkena dampak negatif dari perubahan iklim,” kata kepala bidang lingkungan dan iklim di Ethical Tea Partnership, Rachel Cracknell, seperti dilansir Mongabay, Senin (18/3/2024).

Perubahan iklim membawa sejumlah tantangan, seperti curah hujan yang tidak dapat diprediksi, tanah longsor, kekeringan yang lebih parah, meningkatnya jumlah hama, suhu yang bervariasi dan menyusutnya lahan produksi. Menurut para ahli, ini bukan dampak di masa depan namun telah terasa saat ini. 

"Meskipun dampaknya bervariasi dari satu tempat ke tempat lain, di banyak tempat, perubahan iklim telah menurunkan hasil panen teh dan menurunkan kualitas teh, dengan dampak penting terhadap mata pencaharian petani dan pekerja," kata Christopher Whitebread, pemimpin sektor teh di Rainforest Alliance.

Di Kenya, misalnya, kekeringan dapat menurunkan hasil panen teh hingga 30 persen. Chalo Richard Muoki, kepala ilmuwan riset di Organisasi Penelitian Pertanian dan Peternakan Kenya, mengatakan bahwa perubahan iklim telah menghasilkan dampak positif dan negatif bagi produksi teh di Kenya, meskipun sebagian besar adalah dampak negatif.

"Kami mengalami banyak tantangan dalam hal produksi dan keberlanjutan industri. Kita sekarang menemukan perkebunan yang hampir musnah dan banyak tanaman mati di ladang karena kekeringan,” kata Muoki.

Lembaga yang dipimpin Muoki bekerja di berbagai bidang untuk mengatasi dampak perubahan iklim terhadap teh, termasuk mengidentifikasi varian tanaman yang tahan dan mempromosikan agroforestri, dengan harapan dapat memperkuat petani teh skala kecil di Kenya.

"Agar kita dapat mengatasi perubahan iklim, kita tidak hanya sekadar membuat teknologi yang akan menghasilkan keajaiban. Ini adalah tentang bagaimana kita menggabungkan sinergi antara teknologi-teknologi ini,” kata Muoki.

Perubahan iklim bukan satu-satunya krisis global. Para ahli mengatakan perubahan praktik pertanian juga dapat memberikan manfaat bagi keanekaragaman hayati. Di Amerika Selatan, LSM dan aktivis konservasi menggunakan teh herbal yerba mate sebagai sarana untuk mendukung konservasi keanekaragaman hayati dan memulihkan Hutan Atlantik yang sangat terfragmentasi.

Seperti teh, yerba mate biasanya ditanam dengan cara yang mirip dengan tanaman industri lainnya petani menebang pohon dan menggunakan bahan kimia untuk meningkatkan hasil panen.

Namun di Paraguay, LSM Guyra Paraguay mendukung masyarakat pedesaan dan masyarakat adat untuk membudidayakan yerba mate menggunakan proses organik, menggunakan berbagai pohon asli, tanaman penutup tanah, dan pupuk alami untuk meningkatkan kesehatan tanah.

“Kami ingin yerba mate menjadi pendorong restorasi, karena ini adalah tanaman endemik Hutan Atlantik,” kata Fabiana Benitez, manajer proyek Guyra Paraguay, seraya menambahkan bahwa organisasinya kini bekerja sama dengan sekitar 130 petani.

Penelitian menunjukkan bahwa sistem yerba mate yang ditanam di tempat teduh dapat memberikan manfaat bagi keanekaragaman hayati, khususnya burung.

Para ahli meyakini, perubahan praktik pertanian juga berpotensi mendukung keanekaragaman hayati di perkebunan teh konvensional. Tinjauan makalah ilmiah yang diterbitkan pada tahun 2022 menemukan bahwa perkebunan teh memiliki keanekaragaman hayati yang lebih rendah dibandingkan perkebunan tanaman lainnya seperti padi, kopi, atau pisang, tetapi lebih tinggi dibandingkan kelapa sawit, tebu, dan jagung.

"Di perkebunan teh, kita cenderung memiliki definisi yang sangat jelas tentang monokultur," kata salah satu penulis studi, Jake Bicknell, mengacu pada kompleksitas habitat yang lebih rendah yang menghasilkan keanekaragaman hayati yang lebih rendah.

Selain membangun ketahanan terhadap perubahan iklim, langkah-langkah dapat diambil untuk mendorong produksi teh guna mendukung keanekaragaman hayati adalah melalui langkah-langkah seperti mengubah monokultur menjadi mosaic lanskap.

"Agroekosistem teh tradisional masih menjadi tempat yang ideal untuk mempertahankan keanekaragaman hayati. Monokultur teh yang dikelola dengan berbagai habitat dan pohon peneduh dapat mendukung keanekaragaman hayati dan jasa ekosistem,” kata Annesha Chowdhury, manajer program senior di Women's Earth Alliance.

Menurut Cracknell, agroforestry adalah masa depan produksi teh petani kecil. Akan tetapi, masih ada kebutuhan untuk meningkatkan pendapatan petani dengan cara lain, seperti pembayaran untuk penanaman pohon dan untuk mempertahankan jasa ekosistem, karbon tanah dan keanekaragaman hayati.

Pada akhirnya, para ahli mengatakan, inisiatif semacam itu tidak hanya bertujuan untuk membuat teh menguntungkan bagi petani dan mengurangi beban lingkungan, tetapi juga untuk memastikan bahwa teh merupakan komoditas yang terus bertahan dalam menghadapi iklim yang terus berubah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement