REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Azerbaijan, tuan rumah KTT Iklim PBB tahun ini, berharap untuk meningkatkan target pengurangan emisinya tepat pada waktu perhelatan acara tersebut. Hal ini diungkap Menteri Ekologi dan Sumber Daya Alam yang juga akan menjadi presiden COP29, Mukhtar Babayev.
Perekonomian Azerbaijan bergantung pada minyak dan gas, dan target yang ada saat ini –untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 35 persen pada tahun 2030 dan 40 persen pada tahun 2050 dibandingkan dengan tingkat emisi pada tahun 1990— masih jauh dari tingkat net zero yang menurut para ilmuwan harus dicapai oleh dunia pada tahun 2050 untuk menghindari dampak-dampak terburuk perubahan iklim.
Mukhtar Babayev mengatakan bahwa negara bekas pecahan Uni Soviet ini telah memulai persiapan untuk mempertimbangkan pembaruan komitmen perubahan iklim nasionalnya (NDC).
"Ini bukan hanya kesempatan bagi Azerbaijan, tetapi juga bagi semua negara lain untuk mempersiapkan dan mengumumkan NDC yang telah diperbaharui di Baku pada bulan November tahun ini," ujar Babayev seperti dilansir Reuters, Senin (18/3/2024).
Pengumuman Azerbaijan ini muncul ketika Simon Stiell, sekretaris eksekutif Konvensi Kerangka Kerja PBB mengenai Perubahan Iklim (UNFCCC), mengirimkan surat kepada semua negara dan meminta mereka untuk meningkatkan rencana iklim nasional hingga tahun 2035, memperkuat target pengurangan emisi tahun 2030, dan memberikan lebih banyak anggaran untuk dana iklim.
"Yang terpenting, NDC 3.0 (rencana iklim baru) dan target tahun 2030 Anda akan secara kolektif menentukan apakah dunia dapat kembali ke jalur emisi global yang sesuai dengan pembatasan kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat Celcius pada abad ini, seperti yang disyaratkan oleh ilmu pengetahuan di bawah Perjanjian Paris," tulis dia.
Sementara itu, Babayev, yang sebelumnya menghabiskan dua dekade di perusahaan minyak dan gas milik negara Azerbaijan, tidak merinci target yang akan diubah.
Para aktivis dan ilmuwan iklim telah mengkritik penunjukan Babayev, karena meneruskan tren orang-orang yang memiliki hubungan dekat dengan industri minyak dan gas yang memimpin negosiasi global untuk memerangi perubahan iklim. Minyak dan gas menyumbang 91 persen dari ekspor Azerbaijan pada tahun 2022.
Babayev mengatakan bahwa Azerbaijan berkomitmen untuk memperluas sumber energi ramah lingkungan hingga mencapai 30 persen dari bauran energi pada tahun 2030. Negara ini kaya akan sumber daya angin dan surya yang belum dimanfaatkan, tetapi saat ini energinya hampir seluruhnya dihasilkan dari bahan bakar fosil.
Pertemuan di Baku untuk COP29 pada November nanti akan menguji kesungguhan negara-negara dalam memerangi perubahan iklim setelah tahun yang diwarnai pemilihan umum, mulai dari Uni Eropa, Amerika Serikat, India, Afrika Selatan, hingga Indonesia.
COP29 berfungsi sebagai batas waktu bagi negara-negara untuk menyetujui tujuan pendanaan iklim global yang baru untuk membantu negara-negara miskin dalam mengatasi perubahan iklim yang semakin memburuk.
KTT iklim COP28 tahun lalu di Uni Emirat Arab dipimpin oleh Sultan Al-Jaber, kepala perusahaan minyak milik negara. KTT tersebut menghasilkan kesepakatan global pertama untuk beralih dari bahan bakar fosil, tetapi tidak mencapai penghapusan sepenuhnya yang diinginkan oleh lebih dari 100 negara termasuk Uni Eropa, Amerika Serikat, dan negara-negara kepulauan kecil yang rentan terhadap perubahan iklim.