REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Gedung Putih berencana mengumumkan langkah-langkah baru untuk mendukung pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir baru di Amerika Serikat yang merupakan sumber listrik bebas karbon. Pemerintah AS menilai hal ini diperlukan guna memerangi perubahan iklim.
Serangkaian tindakan tersebut ditujukan untuk membantu industri tenaga nuklir melawan lonjakan biaya keamanan dan persaingan dari pembangkit listrik yang lebih murah yang ditenagai oleh gas alam, angin, dan tenaga surya. Para pendukung nuklir mengatakan, teknologi ini sangat penting untuk menyediakan pasokan listrik bebas emisi dalam jumlah besar dan tanpa gangguan guna memenuhi permintaan listrik yang melonjak dari pusat data dan kendaraan listrik, serta memenuhi tujuan Joe Biden untuk mengurangi karbonisasi ekonomi AS pada 2050.
“Dalam dekade yang menentukan untuk aksi iklim, kita perlu membuang sebanyak mungkin dekarbonisasi,” kata penasihat iklim nasional Biden, Ali Zaidi, seperti dilansir Reuters, Kamis (30/5/2024).
Di sisi lain, para kritikus mengkhawatirkan penumpukan limbah radioaktif yang tersimpan di PLTN seluruh negeri dan memperingatkan potensi risiko terhadap kesehatan manusia dan alam. Utamanya, jika terjadi kecelakaan atau malfungsi. Biden menandatangani undang-undang awal bulan ini yang melarang penggunaan uranium yang diperkaya dari Rusia, pemasok utama dunia.
Dalam sebuah acara di Gedung Putih yang berfokus pada energi nuklir, pemerintahan Biden akan mengumumkan sebuah kelompok baru yang akan mengindentifikasi cara-cara untuk mengurangi biaya dan waktu dalam pembangunan PLTN. Kelompok ini terdiri atas para ahli kebijakan iklim, sains, dan energi dari Gedung Putih serta Departemen Energi.
Dikatakan pula bahwa Angkatan Darat akan segera meminta masukan tentang penggunaan reaktor canggih untuk menyediakan energi bagi fasilitas-fasilitas tertentu di Amerika Serikat. Reaktor modular kecil dan mikroreaktor dapat menyediakan energi yang lebih tahan terhadap serangan fisik dan siber, bencana alam, serta tantangan lainnya, demikian menurut Gedung Putih.
Reaktor tenaga nuklir termuda AS, di pabrik Vogtle di Georgia, terlambat beberapa tahun dari yang dijadwalkan dan menghabiskan miliaran dolar saat mulai beroperasi secara komersial pada 2023 dan 2024. Saat ini tidak ada pembangkit listrik tenaga nuklir AS yang baru yang sedang dibangun.
Gedung Putih mengatakan, Vogtle sekarang menjadi sumber energi bersih terbesar di AS. Energi nuklir menyumbang sekitar 19 persen dari pembangkit listrik AS, dibandingkan dengan 4 persen untuk tenaga surya dan 10 persen untuk tenaga angin.