REPUBLIKA.CO.ID, ATHENA -- Petugas pemadam kebakaran Yunani masih berjuang memadamkan api di Pulau Kos. Kebakaran yang memasuki hari kedua pada Selasa (20/7/2024), memaksa ratusan turis dan penduduk setempat mengungsi semalam lagi dari hotel dan rumah mereka.
Wakil Gubernur Kepulauan Dodecanese Christos Efstratiou mengatakan, ketika api mencapai desa tepi pantai Kardamaina, warga berlindung di pusat olahraga dan tempat-tempat lain. Efstratiou mengatakan api mulai mereda pada Selasa pagi, memungkinkan warga untuk kembali, dan tidak ada kerusakan pada bangunan.
Rekaman video menunjukkan para turis menunggu di untuk menaiki bus yang akan membawa mereka kembali ke hotel dan rumah sewaan.
Kebakaran hutan merupakan hal yang biasa di negara Mediterania timur itu. Namun, cuaca yang lebih panas, lebih kering, dan lebih berangin yang menurut para ilmuwan disebabkan dampak perubahan iklim telah meningkatkan frekuensi dan intensitasnya.
Pemadam kebakaran Yunani mengatakan lebih dari 100 petugas pemadam kebakaran, dibantu sebuah helikopter, masih menangani kobaran api di Kos, untuk mencegah api berkobar lagi.
Di pulau Chios di dekat Kos, lebih dari 170 petugas pemadam kebakaran yang dibantu oleh 36 mesin dan 10 pesawat berusaha menjinakkan kebakaran lain yang terjadi pada Senin (1/7/2024) sore. "Situasi tampak membaik di kedua sisi," kata seorang pejabat pemadam kebakaran.
Ia mengacu pada kedua kebakaran di Kos dan Chios. Kru darurat yang dibantu pesawat-pesawat pengangkut air juga memadamkan api di pulau Kreta pada Selasa.
Perdana Menteri Kyriakos Mitsotakis memperingatkan kebakaran hutan yang berbahaya pada musim panas ini menyusul kemarau yang berkepanjangan dan hembusan angin yang sangat kencang pada musim ini. Tahun lalu, kebakaran hutan menewaskan 20 orang di bagian utara negara itu dan memaksa 19.000 orang mengungsi dari pulau Rhodes.
Sejak saat itu, Yunani semakin sering menggunakan pesawat tanpa awak untuk menemukan titik api secara dini. Sekarang, negara ini berencana untuk meningkatkan jumlah pesawat tanpa awak menjadi 35 sistem dan menambah jumlah operator drone yang terlatih menjadi 139 orang dari 104 orang.
Perubahan iklim adalah penyebab utama meningkatnya frekuensi dan intensitas kebakaran hutan. Peningkatan suhu global akibat gas rumah kaca seperti karbon dioksida menciptakan kondisi yang lebih panas dan kering.
Kondisi ini membuat tumbuhan dan tanah menjadi sangat kering, sehingga menjadi bahan bakar yang lebih mudah terbakar dan membuat api menyebar dengan mudah. Perubahan iklim mengganggu pola curah hujan, yang mengarah pada musim kemarau yang lebih panjang dan parah. Hal ini semakin mengeringkan lanskap, membuatnya lebih rentan terhadap kebakaran.