Senin 08 Jul 2024 13:18 WIB

Dompet Dhuafa dan Walhi Tanam 1.000 Mangrove di Pulau Pari 

Perubahan iklim mengakibatkan abrasi di Pantai Rengge kian memburuk.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Walhi dan Dompet Dhuafa menjalin kerja sama pengendalian abrasi pesisir Laut Jawa.
Foto: Lintar Satria
Walhi dan Dompet Dhuafa menjalin kerja sama pengendalian abrasi pesisir Laut Jawa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dompet Dhuafa bekerja sama dengan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) untuk pengendalian abrasi pesisir Laut Jawa. Kerja sama ini diawali dengan penanaman 1.000 mangrove di Pantai Rengge di Pulau Pari, Jakarta. 

"Pulau Pari itu dekat dengan pusat mantan ibu kota negara Indonesia, Jakarta, di mana segala kekuasaan, pusat kebijakan, keputusan negara Indonesia, kalau kebijakan yang dekat dengan pusat kebijakan saja tidak berpihak pada kepentingan masyarakat  bisa dibayangkan mungkin ada hal-hal serupa di tempat yang lebih jauh lagi," kata Deputi Direktur 1 Program Sosial Budaya Dompet Dhuafa Juperta Panji Utama, Senin (8/7/2024). 

Panji mengatakan, abrasi pantai-pantai di Pulau Pari sudah sangat tinggi sekali. Kerja sama dengan Walhi untuk pengendalian abrasi pesisir Utara Laut Jawa ini dilakukan selama lima tahun. 

“Setiap tahun kami evaluasi, kalau bisa kerja samanya terus, tapi kita jangan terbatas pada waktu tapi pada bagaimana kami mencapai tujuan-tujuan yang ingin kami capai," kata Panji. 

Panji mengatakan Dompet Dhuafa berharap dapat bekerja sama dengan lebih banyak pihak, tidak hanya Walhi, tapi juga pemerintah dan masyarakat yang terdampak kerusakan lingkungan. 

"Semua stakeholder harus terlibat, semua pihak harus menyatu dan yakin ini adalah musuh bersama kita," katanya. 

Direktur Eksekutif Walhi Nasional Zenzi Suhadi mengatakan, kerja sama ini merupakan persatuan antara dua gerakan yang memobilisasi nilai dan moral kemanusiaan dan gerakan yang melindungi memajukan hak manusia atau lingkungan. 

Zenzi mengatakan, filosofi Dompet Dhuafa yang ia tangkap adalah menghimpun dan mengarahkan sumber daya manusia untuk memelihara dan memajukan nilai-nilai moral kemanusiaan dan termasuk lingkungan.  

Ia mengatakan pertemuan dua gerakan ini, berpotensi menjadi cikal bakal membangun nilai-nilai universal dan moral manusia di masa depan itu sangat terbuka besar. 

"Kalau kami berhasil memaknai pertemuan dua organisasi ini sebagai perkawinan antara dua anggota gerakan yang memobilisasi nilai dan moral kemanusiaan dan gerakan yang melindungi memajukan hak manusia atau lingkungan maka kita akan melahirkan satu hal bahwasannya orang lahir dimanapun, berdiri di pulau manapun dia mempunyai hak terhadap semua yang ada di muka bumi ini," tambahnya. 

Zenzi mengatakan, kehancuran di muka bumi ini karena hak manusia atas lingkungan disekat batas kekuasaan negara. Padahal, tidak ada satu pun di negara muka bumi ini yang akan mampu menangani, mengatasi persoalan lingkungan. Ia mencatat sudah hampir 30 tahun seluruh negara anggota PBB membicarakan perubahan iklim. 

“Selama para presiden itu bertemu selama 30 tahun ini selama itu juga pelepasan emisi meningkat, perubahan iklim meningkat suhu rata-rata harian bumi meningkat," katanya. 

Artinya, kata Zenzi, masyarakat tidak bisa menggantungkan harapan keselamatan bumi dan hak generasi berikutnya pada kepemimpinan politik. Masyarakat hanya bisa menggantungkan harapan keselamatan bumi dan hak antar generasi itu kepada kesadaran publik secara luas. 

Menurutnya, pertemuan antara Walhi dan Dompet  Dhuafa akan melahirkan jembatan dimana publik bisa terlibat menyelamatkan alam. Ia berharap kerja sama ini menjadi momentum yang harus dirawat. 

"Saya juga mengusulkan di tahun depan pada tanggal yang sama di tempat yang sama kita memulangi lagi pertemuannya tetapi dengan skala yang lebih besar," katanya. 

Ketua Kelompok Perempuan Pari Asmania mengatakan mengelola pantai dan kebun di Pulau Pari sebagai bentuk perjuangan warga. Penanaman 1.000 mangrove dilakukan di Pantai Rengge. 

Ia mengatakan saat membuka lahan menuju Pantai Rengge, warga kerap diintimidasi perusahaan. "Perjuangan kami dari 2014 sampai saat ini, kami masih tetap berjuang, untuk ruang hidup dan kehidupan kami d isini. Yang bisa kami lakukan, ya seperti ini. Sekarang kita sudah mengalami perubahan iklim yang cukup parah" kata Asmania dalam sambutnya. 

Asmania mengatakan perubahan iklim mengakibatkan abrasi di Pantai Rengge kian memburuk. Pohon-pohon di pinggir pantai tumbang. 

"Ada kesedihan ketika melihat situasi kayak gini. Mungkin ini masih tetap kayak gini. Kami tidak tahu 10 atau 15 tahun lagi ini masih ada tidak," katanya 

"Tapi yang sedang dan tetap akan kami lakukan disini, tetap menanam mangrove. Terima kasih kepada kawan-kawan yang sudah berkontribusi untuk hari ini penanam mangrove. Terima kasih sudah mempercayakan kepada kami warga Pulau Pari," tambahnya. 

Ia menegaskan pengelolaan lingkungan Pantai Rengge dan Pulau Pari secara keseluruhan bukan hanya untuk warga tapi juga  untuk anak cucu generasi mereka berikutnya. 

"Kami hanya ingin hidup tenang dan damai di Pulau Pari. Karena kami sudah sejahtera dengan laut kami. Dan berharap laut serta daratan kami akan baik-baik saja," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement