REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Budi Herawan mengatakan pihaknya mulai membahas pengembangan small roadmap terkait pelibatan industri perasuransian untuk memitigasi risiko dalam pengimplementasian ekonomi hijau (green economy).
Saat ditemui di Jakarta, Kamis (25/7/2024), Budi Herawan menuturkan pihaknya secara kontinu berdiskusi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) untuk membahas mengenai pelibatan industri perasuransian dalam implementasi green economy tersebut.
“Sudah mulai kami (bicarakan), jadi untuk membuat semacam small roadmap green economy ini bagaimana arah ke depannya,” ujarnya.
Ia menyatakan hingga saat ini pembahasan tersebut pun masih dalam tahap saling bertukar pikiran antara para pelaku industri perasuransian, OJK, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, serta para pemangku kepentingan lainnya. “Kami juga memberi masukan ke Kadin melalui whitepaper (dokumen peta putih pengembangan ekonomi) mereka terkait hal yang menjadi concern di industri perasuransian,” kata Budi.
Ia menuturkan terdapat tantangan dalam mengembangkan peta jalan tersebut, yakni ekosistem jasa keuangan nasional, termasuk perbankan, pasar modal, asuransi, dan reasuransi, yang belum sepenuhnya menerapkan green economy.
Melihat kondisi tersebut, ia pun menilai perlu waktu untuk mengembangkan dan menerapkan peta jalan tersebut. Pihaknya berharap semua stakeholder dapat menyambut baik dan berupaya menyesuaikan diri agar dapat mengimplementasikan peta jalan tersebut dengan baik.
“Perlu proses dan waktu, tapi kami terus mendorong ke arah sana semuanya. Namun, kembali lagi, apakah itu bisa (diimplementasikan) 3 tahun atau 5 tahun (nanti), itu tergantung kondisi di pasar,” imbuh Budi.
Sebelumnya, dalam Indonesia Re International Conference (IIC) yang diselenggarakan di Jakarta, Rabu (24/7/2024), Ketua Umum Kadin Arsjad Rasjid mengatakan industri reasuransi berperan penting dalam mempromosikan keberlanjutan dan mempercepat transisi energi terbarukan dengan memberikan stabilitas finansial serta mitigasi risiko.
Ia menyampaikan Indonesia melalui Enhanced Nationally Determined Contributions (ENDC) menargetkan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 31,89 persen pada tahun 2030 dan mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060 atau lebih awal.
Namun, terdapat risiko-risiko terkait upaya transisi mencapai ekonomi hijau dan berkelanjutan, termasuk banyaknya kemungkinan investasi dengan tingkat ketidakpastian yang tinggi. Risiko-risiko tersebut sulit diprediksi karena kurangnya data secara historis.
"Hal ini menjadikan industri perasuransian, termasuk perusahaan reasuransi, memiliki peran untuk mengambil bagian pada risiko tersebut dan membuat usaha investasi yang ramah lingkungan dapat lebih diupayakan serta aman untuk para investor," kata Arsjad.