Selasa 20 Aug 2024 14:52 WIB

193 Desa di Jawa Tengah Alami Kekeringan

Kabupaten Grobogan menjadi daerah terdampak paling parah.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Satria K Yudha
Dua orang warga membawa wadah air untuk mendapatkan bantuan air bersih dari BPBD Kota Semarang di Kelurahan Rowosari, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (9/8/2024).
Foto: ANTARA FOTO/Aji Styawan
Dua orang warga membawa wadah air untuk mendapatkan bantuan air bersih dari BPBD Kota Semarang di Kelurahan Rowosari, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (9/8/2024).

REPUBLIKA.CO.ID,  SEMARANG -- Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Tengah (Jateng) mengungkapkan, terdapat 193 desa di 24 kabupaten/kota di provinsi tersebut yang mengalami kekeringan. Kabupaten Grobogan menjadi daerah terdampak paling parah. 

"Di data kami terkait penetapan siaga darurat kekeringan paling parah ada di Grobogan, (sebanyak) 53 desa. Kemudian disusul oleh Cilacap, Pati, Banyumas, Purworejo dan Blora," kata Kepala Bidang Kedaruratan BPBD Jateng, Muhammad Chomsul, Selasa (20/8/2024). 

Merespons situasi tersebut, Chomsul mengatakan BPBD Jateng bersama BPBD kabupaten/kota terkait, sudah mendistribusikan bantuan air bersih. "Jadi untuk dampak kekeringan di 24 kabupaten, sudah ada dropping kebutuhan pemenuhan air bersih. Untuk perinciannya 6.346.000 liter untuk 24 kabupaten/kota, 19 kecamatan, di 193 desa untuk pemenuhan kebutuhan air," ucapnya.

Dia menambahkan, bantuan air bersih tersebut diterima 33.871 keluarga, dengan total 107.256 jiwa. Menurut Chomsul, dampak kekeringan tahun ini tidak separah 2023 lalu yang dipengaruhi adanya El Nino. Meski begitu BPBD Jateng tetap menyiapkan langkah-langkah untuk mengantisipasi kekeringan hingga musim kemarau berakhir pada September mendatang. 

"Kami juga membuat posko pendamping untuk 35 kabupaten/kota. Kita intens koordinasi melibatkan OPD (organisasi perangkat daerah) terkait juga dari (dinas) pusdataru (pekerjaan umum, sumber daya air, penataan ruang), DHK, dari pertanian untuk bisa melengkapi dan saling mengisi dampak kekeringan," kata Chomsul. 

Guna meminimalisasi dampak kekeringan agar tidak meluas, BPBD Jateng juga bekerja sama dengan balai besar wilayah sungai (BBWS) dan dinas pertanian dalam hal optimalisasi sumber air seperti embung, waduk, dan bendungan. Hal tersebut diharapkan bisa memenuhi kebutuhan air bersih warga, termasuk produksi pertanian. 

"Dari BWS untuk alternatif sumber-sumber air selain waduk misalnya dari penyerapan sumur dalam termasuk juga pengelolaan penyiraman air yang memang tanaman butuh air lebih itu secara teratur termasuk pola tanam disesuaikan untuk antisipasi kemarau," ucap Chomsul.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement