Kamis 29 Aug 2024 12:00 WIB

Kurangi Emisi, Selamatkan Antartika

Permukaan air laut akan semakin tinggi jika emisi terus meningkat.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Pasangan penguin kaisar dan anak penguin di Auster Rookery, Antartika.
Foto: Frederique Olivier/Australian Antarctic Divis
Pasangan penguin kaisar dan anak penguin di Auster Rookery, Antartika.

REPUBLIKA.CO.ID, PUCON -- Para ilmuwan yang meneliti Antartika sepakat peristiwa cuaca ekstrem di benua itu bukan lagi hipotesis. Hujan deras, gelombang panas intensif, dan angin kering yang datang tiba-tiba dialami langsung para peneliti di pos-pos penelitian mereka.

Pencairan es di Antartika dapat menaikkan permukaan air laut di seluruh dunia. Para ilmuwan masih menerka apakah Antartika sudah mencapai titik kritisnya di mana pencairan es dalam skala besar terjadi begitu cepat dan tidak bisa dipulihkan kembali.

Baca Juga

Meskipun beberapa orang mengatakan perubahan iklim sudah terjadi, para ilmuwan sepakat skenario terburuk masih bisa dihindari dengan mengurangi emisi bahan bakar fosil secara dramatis.

Pakar paleoseanografi dari University of Bonn, Jerman, Mike Weber mengatakan memulihkan kerak bumi untuk merespons menyusutnya gletser dan naiknya permukaan darat dapat menyeimbangkan kenaikan permukaan laut.

Penelitian terbaru yang dipublikasikan pekan lalu mengungkapkan keseimbangan ini masih dapat tercapai apabila emisi dapat ditekan.

"Bila kita menjaga emisi tetap rendah, akhirnya kami dapat menghentikan ini, bila membiarkan emisi tetap tinggi, situasinya akan terus berlangsung dan kita tidak bisa melakukan apa-apa," kata Weber di sela konferensi Komite Penelitian Saintifik Antartika ke-11 di Chile, Rabu (28/8/2024).

Pakar paleoklimat dan meteorologi kutub di Laboratorium Ilmu Iklim dan Lingkungan Prancis, Mathieu Casado mengkhususkan diri dalam mempelajari isotop air untuk merekonstruksi suhu historis. Casado mengatakan data dari lusinan inti es yang dikumpulkan di seluruh lapisan es di Antartika memungkinkannya untuk merekonstruksi pola suhu di benua itu sejak 800 ribu tahun yang lalu.

Penelitian Casado menunjukkan kenaikan suhu dalam 50 tahun terakhir jelas berada di luar variabilitas alami. Hal ini menunjukkan peran industrilisasi dalam menghasilkan emisi karbon yang mendorong perubahan iklim.

Ia menambahkan terakhir kali bumi menjadi sepanas ini adalah 125.000 tahun yang lalu dan permukaan air laut lebih tinggi 6 hingga 9 meter. "Kontribusi Antartika Barat pada tingginya permukaan air laut itu cukup besar," katanya.

Casado mengatakan, sepanjang sejarah, suhu udara dan karbon dioksida berada dalam kondisi seimbang dan saling menyeimbangkan. Namun saat ini tingkat CO2 yang jauh lebih tinggi dan jauh dari seimbang. Casado dan para ilmuwan lainnya mencatat kecepatan dan jumlah karbon yang dipompa ke atmosfer belum pernah terjadi sebelumnya.

Glasiolog dan kepala Institut Antartika Chili, Gino Casassa mengatakan perkiraan saat ini, pada tahun 2100 permukaan air laut dunia akan naik 4 meter dan bahkan lebih tinggi lagi jika emisi terus meningkat. “Apa yang terjadi di Antartika tidak hanya terjadi di Antartika,” kata Casassa.

Ia menambahkan pola atmosfer, lautan, dan cuaca global terkait dengan benua tersebut. “Antartika bukan hanya kulkas es yang terisolasi dari bagian lain planet ini yang tidak memiliki dampak," katanya. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement