Rabu 04 Sep 2024 13:26 WIB

Paus Fransiskus dan Kepeduliannya terhadap Perubahan Iklim

Paus Fransiskus menggambarkan bumi sedang mengalami demam.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Presiden Joko Widodo dan Pemimpin Gereja Katolik Dunia Paus Fransiskus menyapa anak-anak seusai melakukan pertemuan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (4/9/2024).
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Presiden Joko Widodo dan Pemimpin Gereja Katolik Dunia Paus Fransiskus menyapa anak-anak seusai melakukan pertemuan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (4/9/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Isu perubahan iklim menjadi salah satu fokus Paus Fransiskus pada 12 hari perjalanannya ke Indonesia, Papua Nugini, Timor Leste, dan Singapura. Berikut adalah beberapa tantangan iklim yang dihadapi negara-negara yang dikunjungi Sri Paus dan pandangannya terkait perubahan iklim.

Kenaikan permukaan laut

Baca Juga

Paus Fransiskus sebelumnya memperingatkan kenaikan permukaan laut akan menyebabkan masyarakat yang tinggal di pesisir terpaksa pindah.

Kondisi ini sudah terjadi di Indonesia. Masyarakat yang tinggal di daerah padat penduduk dan dataran rendah di pesisir berisiko menghadapi banjir. Masalah ini pula yang mendorong Indonesia memindahkan ibu kotanya dari Jakarta yang rentan ke Kalimantan.

Pada 2021, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memperingatkan 115 pulau yang terbentang di kepulauan Indonesia dapat tenggelam sepenuhnya pada akhir abad ini. Singapura memprediksi air laut di pesisir dapat naik lebih dari satu meter pada akhir abad ini, menambah beban pertahanan banjir dan mengancam dataran-dataran rendah.

Pekan lalu, Badan Meteorologi PBB (WMO) melaporkan kenaikan air laut di Samudera Pasifik lebih cepat dibandingkan rata-rata dunia. Kenaikan permukaan laut juga berkaitan dengan semakin intensifnya badai tropis yang melanda sebelah barat wilayah Pasifik.

Hujan deras

Paus Fransiskus menekankan kenaikan suhu bumi meningkatkan risiko hujan yang semakin intensif dan sering serta banjir. Asia Tenggara dan Pasifik Barat termasuk wilayah-wilayah rentan.

Pada bulan Mei lalu, hujan deras dan badai di Papua Nugini mengakibatkan longsor mematikan yang menurut pemerintah setempat mengubur lebih dari 2.000 orang. Hujan deras juga menewaskan sejumlah orang di Indonesia pada bulan Mei dan Agustus.

Timor Leste kesulitan membangun daya tahan untuk menghadapi cuaca ekstrem setelah mengalami banjir paling mematikan selama lima belas tahun pada tahun 2021. Dokumen kebijakan iklim yang diajukan ke PBB memperingatkan hujan deras ekstrem di musim penghujan dengan semakin tingginya risiko kekeringan selama musim panas meningkatkan resiko ketahanan pangan dan air.

Dalam asesmen perubahan iklim tahun 2024, Singapura mengatakan skenario terburuk curah hujan di musim penghujan negara itu pada akhir abad ini dapat naik dua kali lipat.

Suhu panas

Dalam pesan video pekan lalu, Paus Fransiskus menggambarkan bumi sedang mengalami "demam". Semua negara yang dikunjungi Paus selama dua pekan rentan terhadap kenaikan suhu bumi yang sudah berdampak pada kesehatan dan produktivitas ekonomi di kawasan.

Dalam asesmen perubahan iklimnya, Singapura mengatakan bila tidak ada upaya mengurangi gas emisi di udara suhu di atas 35 derajat Celsius dapat menjadi normal pada akhir abad ini. Dengan proyeksi rata-rata naik sampai 5 derajat Celsius.

Timor Leste mengatakan perekonomiannya juga terancam kenaikan suhu laut yang menghancurkan terumbu karang dan merusak industri perikanan.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement