REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bekerja sama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat (Kalbar) menggelar Sekolah Lapang Iklim (SLI) untuk melatih satuan tugas di BKSDA Kalbar serta sejumlah pihak lainnya dalam memitigasi perubahan iklim dan pengendalian karhulta.
"SLI ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai informasi yang diperoleh dapat diimplementasikan untuk melakukan kegiatan antisipasi kebakaran hutan dan lahan. Kegiatan ini juga dilakukan untuk membangun jaringan kerja antara BMKG dengan instansi terkait dalam upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan," kata Kepala Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BBMKG) Wilayah II Hartono, di Pontianak, Rabu (4/9/2024).
Dia mengungkapkan bahwa suhu global telah mengalami kenaikan sebesar 1,45 derajat Celcius pada tahun 2023. Kondisi ini berpotensi berdampak luas terhadap berbagai sektor di permukaan bumi, termasuk wilayah Kalimantan Barat yang kini semakin sering mengalami cuaca ekstrem.
Menurut Hartono, fenomena cuaca ekstrem ini sudah dirasakan langsung oleh masyarakat Kalimantan Barat.
"Untuk mengurangi dampak kenaikan suhu global, kita melakukan beberapa langkah strategis, salah satunya melalui literasi di sekolah, yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai kondisi perubahan iklim yang sedang terjadi. Selain itu, modifikasi cuaca juga menjadi salah satu upaya penanggulangan potensi bahaya di Kalimantan Barat," ujarnya.
Dia menambahkan, BMKG telah beberapa kali melakukan operasi modifikasi cuaca untuk mencegah kebakaran lahan gambut yang berpotensi menimbulkan konflik jika tidak ditangani dengan baik. Operasi ini dilakukan untuk meminimalkan dampak negatif dari perubahan iklim, khususnya saat musim kemarau di mana risiko kebakaran hutan dan lahan meningkat.
Kepala Stasiun Klimatologi Kalbar Luhur Tri Uji Prayitno menambahkan bahwa berdasarkan kajian selama 30 tahun, suhu di Kalimantan Barat mengalami peningkatan rata-rata sebesar 0,05 derajat Celcius per tahun.
"Perubahan iklim ini nyata dan berdampak pada suhu udara di Kalimantan Barat. Kami telah melakukan edukasi melalui program-program di sekolah, seperti yang kita laksanakan saat ini, untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat, khususnya anak-anak, tentang pentingnya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim," kata Luhur.
Dalam kegiatan edukasi tersebut, anak-anak diajak untuk berpartisipasi dalam upaya pelestarian lingkungan mulai dari skala kecil, seperti di rumah tangga, hingga ke skala yang lebih besar, seperti tingkat RT dan RW.
"Kami berkomitmen untuk terus memberikan informasi dan edukasi mengenai perubahan iklim agar masyarakat lebih siap menghadapi tantangan ini," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalbar Widodo menjelaskan bahwa penurunan curah hujan dan peningkatan suhu akibat pemanasan global merupakan fakta yang harus dihadapi bersama.
"Salah satu solusi untuk menahan laju pemanasan global adalah dengan melarang pembukaan lahan yang tidak terkontrol dan memperkuat program konservasi. Kerja sama lintas sektor diperlukan untuk melindungi ekosistem di Kalimantan Barat, khususnya satwa liar yang terancam oleh perubahan iklim," ujarnya.
Widodo juga menekankan pentingnya pemanfaatan Undang-undang Nomor 32 tahun 2024 yang ada untuk memperkuat konservasi dan mengurangi dampak negatif perubahan iklim. "Dengan komitmen bersama, kita masih bisa mencegah dampak buruk dari perubahan iklim melalui pelestarian hutan dan upaya modifikasi cuaca yang tepat," katanya.