REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Krisis iklim menempatkan dunia dalam titik kritis, dimana Indonesia menjadi salah satu yang paling terdampak. Di sisi lain, Indonesia juga ingin mencapai pertumbuhan ekonomi 8%, jauh di atas rata-rata sekarang 5%. Dalam momentum Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2024, Pijar Foundation meluncurkan 12 Rencana Aksi Kolaborasi untuk keseimbangan ekonomi dan iklim. ISF dinisiasi oleh Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, bekerja sama dengan Kamar Dagang dan Industri (KADIN).
Rencana Aksi Kolaborasi ini diserahkan langsung kepada Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Kemenkomarinves) Republik Indonesia, diwakili oleh Rachmat Kaimuddin selaku Deputi Bidang Infrastruktur dan Transportasi. Rencana Aksi Kolaborasi ini sendiri telah disusun sejak tahun 2022, dengan melibatkan 150 pemangku kepentingan dari sektor publik, swasta, dan komunitas masyarakat dari 30 kota/kabupaten se-Indonesia.
Cazadira Fediva Tamzil selaku Direktur Kebijakan Publik Pijar Foundation menyatakan, Indonesia perlu menyusun Rencana Aksi Kolaborasi yang menyesuaikan konteks negara berkembang dan ambisi pertumbuhan ekonomi 8%. "Agar tak hanya menjadi wacana, Indonesia perlu mengakselerasi aksi-aksi kolaborasi konkret untuk mewujudkan Rencana Aksi Kolaborasi yang telah disusun tersebut.”
Rencana Aksi Kolaborasi ini mendorong, antara lain, kolaborasi multi-sektor dalam pengembangan talenta, akselerasi pendanaan, dan penyempurnaan kebijakan publik. Salah satu bentuk ide konkret adalah platform koordinasi ekonomi-iklim yang mendorong sinergi antara Pemerintah dan masyarakat luas.
Acara peluncuran Rencana Aksi Kolaborasi Pijar Foundationditutup dengan acara diskusi yang sekaligus diwarnai peluncuran Asosiasi Ekosistem Baterai Indonesia, kolaborasi dengan Indonesia Battery Corporation (IBC) dan start-up produk ramah lingkungan Boolet.id. Tema diskusi berputar pada bagaimana strategi bisnis dapat sejalan dengan agenda lingkungan.