Ahad 08 Sep 2024 15:20 WIB

Penggunaan Kendaraan Listrik Percepat Dekarbonisasi

Harus ada target yang jelas untuk menghentikan penggunaan bahan bakar fosil.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Seorang petugas membantu pengisian ulang mobil listrik milik konsumen di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) PLN UP3 Kota Malang, Jawa Timur, Rabu (3/1/2024).
Foto: ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto
Seorang petugas membantu pengisian ulang mobil listrik milik konsumen di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) PLN UP3 Kota Malang, Jawa Timur, Rabu (3/1/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Dewan Internasional untuk Transportasi (ICCT) Drew Kodjak mengungkapkan manfaat besar dari kendaraan listrik. Di International Indonesia Sustainability Forum 2024, Kodjak mengatakan berdasarkan penelitian emisi yang dihasilkan, kendaraan listrik baik yang menggunakan baterai maupun sel jauh lebih rendah dibandingkan kendaraan konvensional yang menggunakan bahan bakar fosil meski pembangkit listrik belum sepenuhnya menggunakan bahan bakar bersih.

Dalam penelitiannya, ICCT menemukan kendaraan listrik mengurangi emisi polusi udara sepanjang siklus hidupnya hingga 50 persen dibandingkan kendaraan berbahan bakar minyak. Proyeksi untuk 2030 menunjukkan pengurangan emisi gas rumah kaca mencapai dua pertiga jika pembangkit listrik semakin bersih.

"Kami tidak mengetahui teknologi lain yang dapat sepenuhnya mengalihkan kita dari bahan bakar fosil. Manfaatnya sangat besar dan akan semakin meningkat seiring dekarbonisasi pembangkit listrik," kata Kodjak.

Kodjak juga menjelaskan operasi kendaraan listrik lebih murah dan menawarkan performa sama yang menyenangkannya dengan kendaraan bahan bakar fosil. Selain itu industri otomotif global juga sudah mengakui kendaraan listrik merupakan sebagai masa depan mobilitas.  "Pertanyaannya bukan lagi apakah, tetapi kapan dan seberapa cepat peralihan ini akan terjadi," tambahnya.

Ia menjelaskan, di pasar global, pertumbuhan kendaraan listrik sangat pesat. Pada 2019, pangsa pasar kendaraan listrik di negara-negara besar seperti AS, Eropa, dan China hanya sekitar 3 hingga 5 persen. Saat ini, pangsa pasar kendaraan listrik mencapai 40 persen di Cina, 20 persen di Eropa, dan 10 persen di AS.

Kodjak mengatakan regulasi yang ketat di Eropa dan AS memaksa transisi yang lebih cepat, dengan Eropa menargetkan 100 persen kendaraan listrik pada 2035 dan AS mencapai 50 persen pada 2032. Kodjak juga memberikan panduan untuk Indonesia dalam dekarbonisasi transportasi darat.

Pertama, pemerintah perlu menetapkan target yang jelas untuk menghentikan penggunaan bahan bakar fosil. Kedua, insentif konsumen harus diperluas, termasuk untuk kendaraan berat. Ketiga, regulasi sisi pasokan seperti standar efisiensi bahan bakar dan mandat penjualan perlu diperketat untuk mendorong investasi industri. Keempat, infrastruktur pengisian harus ditingkatkan untuk mengatasi kekhawatiran jangkauan kendaraan listrik. Terakhir, insentif untuk produksi domestik penting untuk memastikan transisi hijau tidak meninggalkan pasar lokal.

"Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pusat global baterai EV. Saya mendorong negara ini untuk terus mengembangkan kapasitas produksi dan mendukung transisi hijau secara berkelanjutan," kata Kodjak.

Dengan langkah-langkah ini, diharapkan Indonesia dapat mempercepat adopsi kendaraan listrik dan mengurangi dampak lingkungan dari sektor transportasi. Drew Kodjak merupakan salah satu perancang kebijakan dekarbonisasi transportasi Amerika Serikat selama pemerintahan Presiden Joe Biden.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement