REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penggunaan kendaraan bermotor menjadi satu bagian dalam keseharian masyarakat perkotaan saat ini. Tanpa disadari, emisi buangan memicu persoalan lingkungan seperti perubahan iklim.
Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi Institut Pertanian Bogor (IPB), Ana Turyanti mencatat temuan terkait dampak pencemaran udara yang diakibatkan kendaraan bermotor di perkotaan, khususnya Jakarta. Berdasarkan data terbaru, 71 persen kendaraan yang melintas di 49 ruas jalan di Jakarta pada tahun 2023 adalah kendaraan roda dua, dengan jumlah mencapai lebih dari 200 ribu kendaraan per hari di tiap ruas jalan.
Ana menyoroti peningkatan jumlah kendaraan bermotor, terutama sepeda motor, di daerah perkotaan seperti Jakarta memberikan kontribusi signifikan terhadap pencemaran udara. Ia mengungkapkan kemacetan lalu lintas dan kendaraan yang beroperasi secara terus menerus menjadi penyebab utama emisi polutan berbahaya seperti karbon monoksida (CO), nitrogen dioksida (NO2), dan partikel PM2.5 yang bisa membahayakan kesehatan manusia serta kualitas lingkungan.
“Kendaraan roda dua menjadi pilihan utama masyarakat karena kemampuannya untuk lebih cepat dalam menembus kemacetan. Namun, pilihan ini turut menyumbang pencemaran udara yang signifikan,” kata Ana di Biodiversity Warrior in Traning: Pemahaman Tentang Emisi Kendaraan Bermotor dan Upaya Pendugaannya, Serta Pengenalan Jenis Tanaman Penyerap Emisi, Jumat (4/10/2024).
Ana menjelaskan, paparan polutan udara tidak hanya berdampak pada pernapasan manusia, tetapi juga bisa terjadi melalui konsumsi makanan yang terkontaminasi. “Pencemaran udara dapat menempel pada tanaman dan hewan yang kita konsumsi, sehingga bioakumulasi zat-zat berbahaya dapat terjadi di dalam tubuh manusia,” tambahnya.
Dampak jangka panjang dari paparan polutan ini bisa menyebabkan berbagai penyakit kronis seperti kanker, gangguan saraf, hingga masalah reproduksi. Lebih lanjut, Ana menjelaskan bahwa polutan udara juga berpengaruh terhadap lingkungan, khususnya dalam hal kesuburan tanah, kualitas air, serta kesehatan ekosistem perairan. Fenomena hujan asam, yang terjadi ketika polutan seperti sulfur dioksida dan nitrogen dioksida bercampur dengan air hujan, dapat merusak bangunan, tanaman, dan bahkan mengganggu keanekaragaman hayati.
“Peningkatan konsentrasi polutan di udara juga dapat menurunkan kualitas habitat dan mengganggu fungsi ekosistem, mengancam kehidupan spesies baik di darat maupun di air,” jelasnya.
Dalam penjelasannya, Ana juga mengaitkan masalah polusi udara dengan perubahan iklim. Menurutnya, gas-gas polutan seperti karbon dioksida (CO2), ozon, dan partikel lain di atmosfer berperan dalam meningkatkan suhu global.
“Polusi udara berkontribusi terhadap pemanasan global karena gas rumah kaca yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor dapat memerangkap radiasi matahari dan meningkatkan suhu atmosfer. Ini berpotensi memicu perubahan pola cuaca yang tidak menentu,” katanya.
Ana juga menyampaikan perlunya kesadaran masyarakat terhadap dampak pencemaran udara dan perubahan iklim. Salah satu solusinya adalah dengan memperbaiki perilaku berkendara dan memilih teknologi kendaraan yang lebih ramah lingkungan.
“Penggunaan kendaraan listrik dan bahan bakar yang lebih bersih dapat membantu mengurangi emisi. Namun, kita juga perlu mempertimbangkan sumber energi listrik yang digunakan, apakah bersih atau masih bergantung pada pembakaran fosil,” katanya.
Terkait dengan langkah pengendalian pencemaran udara, Ana menekankan pentingnya upaya bersama antara masyarakat, pemerintah, dan industri. “Kita perlu membatasi jumlah kendaraan bermotor, terutama di kawasan perkotaan yang padat. Contohnya seperti penerapan Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB), di mana kualitas udara terbukti membaik selama kegiatan ini berlangsung, meskipun efeknya terbatas pada polutan tertentu seperti karbon monoksida dan nitrogen oksida,” jelas Ana.
Ana mengingatkan pentingnya pelestarian biodiversitas. Menurutnya, pencemaran udara memiliki dampak besar terhadap keanekaragaman hayati, di mana polutan dapat merusak habitat alami dan memicu perubahan komposisi spesies di berbagai ekosistem. Ana mengatakan polusi udara bukan hanya masalah kesehatan manusia, tetapi juga ancaman serius bagi kehidupan organisme lainnya. Jika tidak segera mengendalikan emisi pencemar, maka keseimbangan ekosistem akan semakin terancam.