REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pertemuan Keanekaragaman Hayati PBB (COP16) di Cali, Kolombia, yang digelar dari 21 Oktober sampai 1 November diharapkan menjadi momentum untuk memperkuat komitmen global. Penasihat Senior Program Terestrial Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) Wahjudi Wardojo berharap COP16 menjadi momen penting untuk memperkuat komitmen global dalam melestarikan keanekaragaman hayati.
“Sebagai organisasi nirlaba berbasis ilmiah yang fokus pada isu-isu terkait konservasi, kami berharap COP16 menjadi momentum penting untuk memperkuat komitmen global dalam melestarikan keanekaragaman hayati yang saat ini berada pada kondisi kritis,” kata Wahjudi dalam pernyataannya kepada Republika, Kamis (24/10/2024).
Ia menambahkan, laporan Platform Sains-Kebijakan Antarpemerintah tentang Keanekaragaman Hayati dan Jasa Lingkungan (the Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services/IPBES) tahun 2019 menyebutkan sekitar satu juta spesies hewan dan tumbuhan semakin terancam punah dalam beberapa dekade ke depan.
Wahjudi juga menekankan pentingnya implementasi yang lebih konkret dari Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework (GBF), termasuk pencapaian target perlindungan 30 persen daratan dan perairan dunia pada tahun 2030 atau dikenal dengan istilah 30 by 30.
“Kami berharap ada lebih banyak dukungan, baik secara teknis maupun finansial, untuk negara-negara yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi seperti Indonesia agar dapat mencapai target konservasi global,” kata Wahjudi.
Terkait dengan peran delegasi Indonesia di COP16, Wahjudi menilai penting bagi delegasi untuk menekankan kerja sama internasional dalam mencapai target keanekaragaman hayati global. “Indonesia sebagai salah satu negara megabiodiversitas harus memanfaatkan forum ini untuk memperkuat komitmen nasional dalam melestarikan keanekaragaman hayati,” jelasnya.
Wahjudi menambahkan Indonesia perlu mendorong penerapan solusi berbasis alam (nature-based solutions), pendekatan manajemen lanskap yang holistik, serta inisiatif restorasi ekosistem seperti terumbu karang, hutan, dan lahan gambut. “Delegasi juga harus menyampaikan keanekaragaman hayati memiliki peran penting dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, sehingga investasi dalam konservasi harus dipandang sebagai investasi dalam ketahanan iklim global,” tegasnya.
Dalam menghadapi tantangan untuk meningkatkan perhatian terhadap isu hilangnya keanekaragaman hayati di tengah isu-isu global seperti perubahan iklim dan konflik geopolitik, Wahjudi menekankan perlunya pendekatan terpadu. “Mengarusutamakan isu ini membutuhkan keterlibatan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, sektor swasta, masyarakat, hingga lembaga pendidikan dan penelitian,” katanya.
Wahjudi juga menyoroti pentingnya mengintegrasikan nilai-nilai keanekaragaman hayati ke dalam kebijakan pembangunan, serta memperkuat edukasi publik agar masyarakat memahami dampak hilangnya keanekaragaman hayati terhadap kesejahteraan manusia. Di samping itu, sektor swasta didorong untuk berperan aktif melalui pendekatan ekonomi hijau yang berkelanjutan dengan menekankan praktik bisnis ramah lingkungan.