Sabtu 16 Nov 2024 12:40 WIB

Pertamina Kombinasikan Bioenergi dengan Teknologi Penyerapan dan Penyimpanan Karbon

CCS menjadi salah satu elemen penting dalam strategi energi Pertamina.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Emisi karbon (ilustrasi)
Foto: www.freepik.com
Emisi karbon (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BAKU — PT Pertamina (Persero) menegaskan komitmennya untuk berkontribusi dalam upaya global mengurangi emisi karbon melalui inovasi kombinasi bioenergi dengan teknologi Penyerapan dan Penyimpanan Karbon (CCS). Inovasi ini diharapkan mampu mempercepat transisi energi dan mendukung target Indonesia mencapai pengurangan emisi hingga 32 persen sesuai target pemangkasan emisi yang ditetapkan sendiri (NDC) yang ditingkatkan. 

SVP Technology Innovation Pertamina, Oki Muraza, menjelaskan potensi besar Indonesia dalam memanfaatkan sumber daya alam untuk solusi energi terbarukan.   “Di Indonesia, setidaknya 40 juta orang masih bekerja di sektor pertanian dan kehutanan. Jadi bagaimana kami dapat menggabungkan pertanian dan kehutanan dengan minyak dan gas? Indonesia kaya akan solusi berbasis sumber daya alam. Kami adalah negara terbesar kedua dalam hal solusi berbasis alam. Hutan masih sekitar 50 persen (wilayah Indonesia),” kata Oki di sesi diskusi di di Paviliun Indonesia di Pertemuan Perubahan Iklim PBB (COP29), Jumat (15/11/2024).  

Baca Juga

Menurut Oki, CCS menjadi salah satu elemen penting dalam strategi energi Pertamina. Teknologi ini memungkinkan penyimpanan karbon dalam jumlah besar yang dihasilkan dari proses bioenergi berbasis pertanian dan kehutanan. Kapasitas penyimpanan yang dimiliki Indonesia sangat potensial, mencapai 7 gigaton CO2.    

Oki menggarisbawahi konsep BECCS (Bioenergy with Carbon Capture and Storage), yang mengintegrasikan bioenergi dengan CCS. “Dalam bioenergi yang dikombinasikan dengan CCS, kami ingin menggabungkan manfaat dari kedua bidang ini. Bioenergi berasal dari pertanian dan kehutanan, sedangkan CCS pada dasarnya adalah produk dari minyak dan gas,” ujar Oki.  

Proses ini memungkinkan karbon yang terserap selama fotosintesis disimpan dalam biomassa atau melalui injeksi ke reservoir minyak dan gas yang sudah habis. Sebagai contoh, Oki menyebut Limau Field di Sumatera Selatan sebagai lokasi potensial penerapan BECCS.  

“CO2 yang dilepaskan oleh (industri) pulp dan kertas di Sumatera Selatan, sekitar 1 juta ton per tahun, dapat ditangkap dan kemudian disimpan ke dalam reservoir yang habis. Jarak antara sumber dan reservoir hanya sekitar 5 kilometer, ini sangat unik dan jarang ditemukan di negara lain,” katanya.  

Oki juga menyebut integrasi ini dapat menghasilkan kredit karbon yang dapat dimonetisasi di pasar karbon. Dengan keunikan geografis dan sumber daya alam, Indonesia berpotensi menjadi pemain utama dalam penerapan teknologi BECCS.  

Selain BECCS, Pertamina juga menekankan pada pengembangan energi panas bumi sebagai bagian dari transisi energi. Dengan kombinasi bioenergi, CCS, dan listrik hijau dari panas bumi, Oki optimistis Indonesia dapat memenuhi target sepertiga energi dari sumber terbarukan.  

“Kami berharap kontribusi bioenergi bersama dengan CCS dan listrik hijau dari panas bumi akan membawa Indonesia memenuhi target energi terbarukan. Pada saat yang sama, emisi juga akan lebih rendah,” ujarnya.  

Untuk mendukung implementasi BECCS, Pertamina menghadapi beberapa pekerjaan rumah, seperti pengembangan teknologi, pembentukan kerangka peraturan, dan kolaborasi dengan mitra teknis. Oki menegaskan pentingnya dukungan finansial, mitigasi risiko, serta pengembangan perdagangan karbon dan pasar karbon di Indonesia.  

“Kami perlu membentuk kerangka kerja peraturan, kepatuhan, perizinan, industrialisasi, dan MRV (Pengukuran, Pelaporan, dan Verifikasi). Dengan ini, kami percaya kami dapat mengundang banyak investasi ke Indonesia,” tambahnya.  

Inovasi ini tidak hanya berkontribusi pada pengurangan emisi, tetapi juga memiliki potensi besar dalam menciptakan peluang ekonomi, termasuk perdagangan karbon. Dalam jangka panjang, integrasi bioenergi dan CCS dapat menjadi model yang diadopsi secara global.  

“Langkah ini mungkin tidak ada di banyak negara, tapi ini adalah kesempatan unik bagi Indonesia. Dengan orkestra yang tepat pada modal, teknologi, infrastruktur, dan kerangka peraturan, kami berharap dapat mengembangkan implementasi bioenergi yang dikombinasikan dengan CCS di Indonesia,” tutup Oki. n Lintar Satria

Dengan kombinasi inovasi teknologi dan pemanfaatan sumber daya alam yang optimal, Pertamina optimistis dapat mendorong keberlanjutan energi sekaligus meningkatkan daya saing Indonesia di kancah internasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement