Senin 27 Oct 2025 23:56 WIB

Center for Energy Policy: Pengelolaan FABA Bukti Nyata Energi untuk Kesejahteraan Rakyat

200 UMKM lebih terlibat dalam pemanfaatan FABA.

Proses pengolahan flay ash dan bottom ash (FABA) menjadi berbagai bahan bangunan bermanfaat di PLTU Tanjung Jati B, di Desa Tubanan, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Selain untuk bahan paving block dan batako, limbah sisa pembakaran batubara yang berbahaya ini juga dijadikan bahan untuk memproduksi tetrapod/ waterbreaker.
Foto: Republika/Bowo Pribadi
Proses pengolahan flay ash dan bottom ash (FABA) menjadi berbagai bahan bangunan bermanfaat di PLTU Tanjung Jati B, di Desa Tubanan, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Selain untuk bahan paving block dan batako, limbah sisa pembakaran batubara yang berbahaya ini juga dijadikan bahan untuk memproduksi tetrapod/ waterbreaker.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktur Center for Energy Policy (CEP) M. Kholid Syeirazi menilai pengelolaan Fly Ash Bottom Ash (FABA) oleh berbagai pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Indonesia telah membawa manfaat besar bagi masyarakat.

Menurutnya, keberhasilan ini menjadi contoh nyata bagaimana sektor energi dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru dan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui praktik ekonomi sirkular.

Tidak ada kode iklan yang tersedia.
Baca Juga

“Upaya pembangkit listrik dan mitra industri energi dalam mengubah FABA menjadi bahan konstruksi bernilai guna tidak hanya menyelesaikan persoalan lingkungan, tetapi juga membuka sumber penghidupan baru bagi masyarakat,” ujarnya di Jakarta, Senin (27/10/2025). 

Kholid menjelaskan, FABA yang sebelumnya termasuk kategori limbah B3 kini dimanfaatkan sebagai bahan baku konstruksi ramah lingkungan seperti paving block, batako, dan bahan pengisi lahan.

Pemanfaatan ini melibatkan ribuan tenaga kerja di berbagai daerah, mulai dari pengumpulan, pengolahan, hingga produksi material bangunan.

Sepanjang Januari hingga September 2025, volume produksi FABA tercatat sekitar 2,5 juta ton, dengan tingkat pemanfaatan mencapai 93 persen atau setara 2,3 juta ton.

Lebih dari 200 UMKM dan kelompok masyarakat kini terlibat dalam pemanfaatan FABA menjadi produk bernilai ekonomi, menciptakan rantai nilai baru dan menggerakkan ekonomi lokal di sekitar wilayah pembangkit.

“Pemanfaatan FABA adalah bentuk nyata implementasi ekonomi kerakyatan di sektor energi. Dampaknya langsung dirasakan masyarakat, terutama di wilayah sekitar PLTU. Ini membuktikan bahwa pembangunan energi berkelanjutan dapat berjalan beriringan dengan peningkatan kesejahteraan sosial,” tutur Kholid.

Ia menambahkan, langkah ini sejalan dengan arah kebijakan pemerintah dalam mendorong ekonomi hijau dan inklusif, di mana hasil samping industri energi dimanfaatkan kembali secara produktif dan ramah lingkungan.

Kholid juga menekankan pentingnya menjadikan keberhasilan pengelolaan FABA sebagai model bagi sektor industri lain untuk mengintegrasikan prinsip keberlanjutan dan pemberdayaan masyarakat dalam setiap aktivitasnya.

“Kita membutuhkan lebih banyak inisiatif di mana keberlanjutan energi berjalan berdampingan dengan peningkatan kesejahteraan rakyat,” pungkasnya.

Sebagai contoh, di Lapas Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, warga binaan kini mampu menggerakkan roda ekonomi melalui pelatihan dan keterampilan baru dalam mengolah abu sisa pembakaran batu bara dari PLTU Adipala menjadi bahan konstruksi bernilai jual.

FABA yang sebelumnya dianggap limbah tanpa nilai kini menjadi sumber pekerjaan dan penghidupan baru bagi masyarakat binaan dan lingkungan sekitar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement