REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Badan Penerbangan Internasional (IATA) memperingtakan kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) dapat menghambat perkembangan bahan bakar pesawat ramah lingkungan. Industri juga khawatir Trump akan mencabut keringanan pajak yang dibutuhkan sektor penerbangan.
Pernyataan IATA dan maskapai American Airlines di konferensi industri penerbangan di London menjadi asesmen pertama apa arti periode kedua Trump bagi bahan bakar pesawat hijau.
"Terdapat potensi risiko yang besar dari kebijakan Trump dan bagaimana berdampak pada motivasi semua orang untuk mengatasi perubahan iklim," kata ketua ekonom untuk IATA, Marie Owens.
Pada 2022, pemerintahan Presiden AS Joe Biden mengeluarkan Undang-Undang Reduksi Inflasi yang berisi subsidi miliar dolar AS untuk energi bersih sebagai upaya mengatasi perubahan iklim.
Sektor penerbangan Eropa yang harus memenuhi mandat penggunaan bahan bakar berkelanjutan pada tahun 2026 berulang kali mengatakan Undang-Undang Reduksi Inflasi menjadi model yang dapat dicontoh untuk mendorong investasi pada bahan bakar pesawat yang berkelanjutan.
Trump yang menyangkal perubahan iklim berencana untuk membatalkan Undang-Undang Reduksi Inflasi. Tapi langkah itu membutuhkan dukungan dari Kongres.
Kepala hubungan dengan pemerintah American Airlines Ronce Almond mengatakan, fasilitas pengembangan bahan bakar pesawat berkelanjutan terus memproduksi bahan bakar ramha lingkungan tersebut. Menurutnya, pembatalan Undang-Undang Reduksi Inflasi dapat membahayakan proyek baru.
Saat ini, bahan bakar pesawat berkelanjutan hanya 1 persen dari total bahan bakar yang digunakan pesawat di seluruh dunia. Pakar mengatakan untuk mencapai target nol emisi pada tahun 2050, produksi bahan bakar berkelanjutan harus ditingkatkan segera.
Sementara pemerintah baru Trump bulan Januari mendatang akan membawa dampak yang berbeda. "Pasar membutuhkan kepastian dalam membangun cadangan mereka," kata Almond.