REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK — Perusahaan pengelola aset terbesar di dunia, BlackRock, memutuskan hengkang dari inisiatif global untuk mengatasi perubahan iklim. Mundurnya BlackRock membuat Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres Kecewa.
Juru Bicara PBB Stephane Dujarric meminta perusahaan-perusahaan tetap "tetap berada dalam jalur" untuk mengatasi perubahan iklim.
Keputusan BlackRock diduga akibat tekanan dari politisi Partai Republik Amerika Serikat (AS). BlackRock yang mengelola aset 11,5 triliun dolar AS mengatakan keanggotaannya di Inisiatif Pengelola Aset Nol-Emisi (NZAMI) menimbulkan kebingungan mengenai praktik BlackRock dan membuat mereka menghadapi penyelidikan hukum dari berbagai pejabat publik.
Berdasarkan perjanjian NZAMI yang bersifat sukarela, BlackRock berjanji mendukung tujuan nol-emisi gas rumah kaca pada tahun 2050. Menggunakan pengaruh mereka di rapat-rapat perusahaan.
"Keputusan BlackRock mengecewakan terutama mengingat peran pentingnya di sektor swasta dan terutama pengelola aset harus memainkan perannya dalam mengatasi ancaman eksistensial perubahan iklim," Stephane Dujarric, akhir pekan ini.
Ia menambahkan PBB mendorong perusahaan-perusahaan bertahan di NZAMI dan inisiatif perubahan iklim lainnya. "Dan melanjutkan upaya aktif mereka dalam mengatasi dampak menghancurkan perubahan iklim," katanya.
BlackRock mengatakan keluarnya mereka dari NZAMI tidak akan mengubah cara mereka membangun produk dan solusi bagi klien mereka atau bagaimana klien mengelola portofolionya. Mereka menambahkan akan terus melakukan asesmen terhadap risiko-risiko perubahan iklim.
"Kami mengatakan perubahan iklim merupakan ancaman eksistensial dan tidak hanya kata-kata, kami melihat dampaknya dan sangat menghancurkan, di seluruh dunia," kata Dujarric.
Ia mengatakan negara kaya dan miskin terdampak perubahan iklim. "Tidak ada yang aman dan jelas hal itu membebani pemerintah, tapi juga sektor swasta dan uang dan investasi yang mereka kelola," tambahnya.