REPUBLIKA.CO.ID, DAVOS -- Pertemuan tahunan World Economic Forum (WEF) di Davos, Swiss, diwarnai aksi protes oleh aktivis iklim. Aktivis menyemprotkan cat hijau di toko sementara Amazon di Davos dan sempat memblokir helipad yang digunakan para tamu undangan.
Unjuk rasa yang memprotes bahan bakar fosil dan perubahan iklim rutin digelar setiap World Economic Forum diselenggarakan. Polisi Swiss membubarkan dua aksi yang dilakukan ketika pemimpin politik dan bisnis di seluruh dunia berkumpul di pegunungan Swiss.
Para pengunjuk rasa memprotes subsidi bahan bakar fosil dengan mencoret-coret simbol Amazon di depan toko sementara perusahaan asal Amerika Serikat (AS) itu di jalan utama Davos dengan cat oranye. Mereka juga menyemprotkan kaca toko tersebut dengan cat warna hijau.
Organisasi lingkungan Greenpeace sempat memblokir helipad di Davos. Dalam pernyataannya, Greenpeace mengatakan aksi ini sebagai seruan reformasi internasional yang memungkinkan pengenaan pajak yang adil terhadap kekayaan orang-orang terkaya di dunia.
"Pajak yang adil untuk orang-orang terkaya, untuk mendanai perlindungan lingkungan dan investasi yang adil dan berkelanjutan untuk kemanusiaan," kata Greenpeace dalam pernyataannya, Senin (20/1/2025).
Polisi kemudian membubarkan 10 pengunjuk rasa yang menghalangi dua helikopter mendarat. "Sejauh ini kami memblokir 10 sampai 20 helikopter dalam satu setengah jam. Sepanjang hari diperkirakan sekitar seratus helikopter tiba di sana," kata aktivis Greenpeace Clara Thompson.
Pemimpin-pemimpin politik dan bisnis kerap menggunakan helikopter untuk menghadiri World Economic Forum yang dijaga sangat ketat. Salah satu tema pembahasan World Economic Forum pekan ini adalah "melindungi planet bumi."
"Sangat penting bagi bisnis, pemerintah dan masyarakat sipil untuk bekerja sama menemukan solusi dan mengambil tindakan tegas," demikian pernyataan World Economic Forum mengenai program 2025.
Greenpeace bergabung dengan 200 aktor masyarakat sipil dan serikat pekerja internasional serta mayoritas negara di seluruh dunia yang mendukung Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Kerjasama Pajak Internasional, yang saat ini sedang dinegosiasikan hingga tahun 2027.
“Ini adalah sebuah kemarahan bahwa para politisi, CEO dan elite yang berkuasa berkumpul di Davos untuk berdebat tanpa henti tentang tantangan global, sementara dunia terbakar dan orang-orang berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar dan menghadapi dampak iklim yang semakin memburuk," kata Thompson.
Ia mengatakan ketidaksetaraan, krisis iklim dan lingkungan saling terkait erat. Thompson mengatakan jalan keluarnya adalah dengan memajaki orang-orang terkaya di dunia.
"Tidak ada kekurangan uang untuk mengatasi krisis iklim, lingkungan dan sosial, hanya saja uang tersebut berada di kantong yang salah dan inilah saatnya untuk membuat para elit pencemar membayar," katanya.