Kamis 20 Feb 2025 17:30 WIB

KKP Kebut Implementasi Nilai Ekonomi Karbon

NEK sektor kelautan saat ini masih bersifat kualitatif.

Rep: Muhammad Nursyamsi / Red: Satria K Yudha
Nelayan memasang panel surya di atas kapalnya sebelum melaut di Pelabuhan Perikanan Ternate, Maluku Utara, Senin (30/9/2024). Nelayan yang menggunakan kapal berukuran 6-10 gross ton (GT) tersebut memanfaatkan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) sebagai sumber energi listrik saat melaut  agar lebih hemat bahan bakar minyak.
Foto: ANTARA FOTO/Andri Saputra
Nelayan memasang panel surya di atas kapalnya sebelum melaut di Pelabuhan Perikanan Ternate, Maluku Utara, Senin (30/9/2024). Nelayan yang menggunakan kapal berukuran 6-10 gross ton (GT) tersebut memanfaatkan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) sebagai sumber energi listrik saat melaut  agar lebih hemat bahan bakar minyak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggandeng berbagai pihak dalam mempercepat implementasi nilai ekonomi karbon (NEK) di sektor kelautan. Langkah ini sekaligus merupakan tindak lanjut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Sektor Kelautan. 

Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut, Victor Gustaaf Manoppo menyebut NEK sebagai instrumen penting dalam pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) di sektor kelautan. “NEK sektor kelautan saat ini masih bersifat kualitatif dan belum memiliki target pengurangan emisi yang terukur. Oleh karena itu, Permen KP Nomor 1 Tahun 2025 memberikan landasan hukum dalam perdagangan karbon dan pembayaran berbasis kinerja (PBK) di subsektor kelautan,” ujar Victor dalam keterangan tertulis dikutip pada Kamis (20/2/2025).

Baca Juga

Victor mengatakan kebijakan tersebut memungkinkan mekanisme perdagangan emisi dan offset emisi untuk subsektor kelautan yang relevan. Selain itu, PBK akan memberikan insentif berdasarkan capaian pengurangan emisi, terutama di ekosistem karbon biru, perikanan tangkap, budi daya ikan berkelanjutan, serta industri pengolahan dan pemasaran hasil laut.

Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Muhammad Yusuf, menjelaskan NEK sektor kelautan mencakup pengelolaan karbon biru, praktik perikanan berkelanjutan, budi daya ramah lingkungan, serta pengolahan dan pemasaran hasil perikanan yang berorientasi rendah emisi.

“Tantangan utama yang dihadapi meliputi keterbatasan data baseline emisi, metode perhitungan karbon dari ekosistem karbon biru serta aspek legal dan kebijakan yang membutuhkan harmonisasi lintas sektor," ujar Yusuf.

Yusuf menegaskan koordinasi antar sektor dan mitra kerja sama seperti Konservasi Indonesia, Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI), dan Global Green Growth Institute (GGGI) sangat penting guna memastikan efektivitas kebijakan dan menghindari tumpang tindih kebijakan maupun potensi disharmoni dalam implementasinya.

Inisiatif KKP ini mendapat apresiasi Asisten Deputi Produksi Pangan dan Perubahan Iklim Kemenko Pangan, Fajar Nuradi. Dia berharap rapat koordinasi lanjutan akan dilakukan pada Maret 2025 untuk membahas aspek kewenangan sehingga menghasilkan keputusan dalam bentuk Keppres atau Kepmenko.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, menegaskan komitmen KKP dalam menjaga serta memperluas kawasan konservasi ekosistem karbon biru di perairan Indonesia. Langkah ini dimaksudkan untuk melestarikan keanekaragaman hayati laut serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement