Rabu 05 Mar 2025 18:58 WIB

Banjir Jakarta dan Bekasi Bukan Hanya Akibat Air Kiriman dari Bogor

Ada tiga langkah penting yang harus diambil pemerintah.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Warga membersihkan lumpur sisa banjir di Perumahan Pondok Gede Permai, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (5/3/2025).
Foto: Republika/Prayogi
Warga membersihkan lumpur sisa banjir di Perumahan Pondok Gede Permai, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (5/3/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banjir di Jakarta dan Bekasi menunjukkan perlunya perhatian serius terhadap pengelolaan lahan dan pengembangan sosial-ekonomi di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat. Juru Kampanye Isu Sosial dan Ekonomi Greenpeace Indonesia Jeanny Sirait mengatakan, banjir di Jakarta dan sekitarnya tidak selalu disebabkan air kiriman dari daerah Puncak, Bogor.

Menurutnya, ada faktor-faktor lain yang perlu diperhatikan. "Perlu dilihat dulu, apakah benar banjir yang terjadi selalu karena banjir kiriman dari wilayah puncak. Pada kenyataannya, tidak selalu wilayah puncak hujan juga sehingga terjadi banjir kiriman," kata Jeanny Rabu (5/3/2025).

Baca Juga

Ia mencatat Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jawa Barat 2009-2029, memberikan alokasi luas untuk pertanian dan fungsi resapan air. Tapi kini luas wilayah untuk dua hal tersebut semakin menurun. Menurut Jeanny, ada dua faktor utama yang menyebabkan alih fungsi lahan di kawasan Puncak. Yaitu kebutuhan sosial-ekonomi yang meningkat dan kemudahan izin pembangunan bagi pemilik bisnis.

"Kebutuhan warga setempat yang semakin besar membuat mereka mudah menjual lahan mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup," katanya.

Selain itu, izin pembangunan yang diberikan dengan mudah telah menyebabkan banyak proyek yang merusak struktur tanah dan fungsi lahan. Jeanny menegaskan pengembangan kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat di kawasan Puncak harus menjadi prioritas pemerintah daerah.

"Pengembangan pariwisata yang dikelola oleh masyarakat lokal dapat menjadi langkah efektif untuk meningkatkan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat,” katanya.

Ia menambahkan, pariwisata dapat terintegrasi dengan pengelolaan lahan yang telah dilakukan oleh petani dan pekebun setempat, sehingga mengurangi risiko eksploitasi oleh pemilik bisnis besar. Lebih lanjut, Jeanny mengingatkan tidak adil jika seluruh kesalahan disematkan pada wilayah Puncak. “Pengembangan daerah resapan juga harus dilakukan di hilir, seperti Bekasi, Depok, dan bahkan Jakarta,” ujarnya.

Ia menekankan banjir tidak selalu disebabkan oleh kiriman dari Bogor, meskipun hal ini sering dijadikan alasan. Sirait juga mengkritik penertiban yang hanya berfokus pada usaha kecil. "Kalau kita lihat sekarang, di sekitar Puncak sudah ada hotel mewah dan objek wisata besar yang dikelola swasta. Tidak mungkin hotel ini dibangun tanpa izin dari pemerintah," kata Jeanny.

Ia menilai pemerintah seharusnya lebih ketat dalam memberikan izin eksploitasi pembangunan, bukan hanya kepada pemilik usaha kecil. "Penertiban ini harus dilakukan di semua wilayah, baik hulu maupun hilir, karena banyak wilayah resapan yang hilang akibat eksploitasi pembangunan demi kepentingan bisnis,” tambahnya.

Jeanny menekankan tiga langkah penting yang harus segera diambil, yaitu mengembangkan sistem sosial-ekonomi masyarakat lokal, membatasi eksploitasi pembangunan, dan memfokuskan perhatian pada wilayah resapan. "Ini adalah langkah mendesak, terutama mengingat dampak krisis iklim yang semakin buruk. Potensi masalah banjir akan semakin besar di masa mendatang,” kata Jeanny.

Kunci utama untuk mengatasi masalah ini, menurut Sirait, ada di tangan pemerintah. “Upaya adaptasi terhadap krisis iklim harus segera kita lakukan," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement