REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan komitmennya menjalankan transisi energi meski tetap mengakomodasi realitas kebutuhan energi nasional. Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan (Ditjen Gatrik) ESDM, Wanhar, menyebut terbitnya Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 10 Tahun 2025 sebagai bukti keseriusan pemerintah.
“Permen ini mengatur Peta Jalan Transisi Energi di sektor ketenagalistrikan dan bersifat mengikat. Jika memungkinkan, pemerintah tetap akan mendorong pensiun dini PLTU,” ujar Wanhar dalam acara Coffee Morning Diseminasi RUKN dan RUPTL 2025–2034, di Jakarta, Senin (2/6/2025).
Namun, ia mengakui Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034 masih memuat porsi pembangkit listrik berbasis fosil sebesar 16,6 gigawatt (GW), atau sekitar 24 persen dari total rencana. “Di satu sisi kita akan mempensiunkan PLTU, tapi di sisi lain, batu bara tidak diharamkan,” katanya.
Wanhar menekankan, agenda transisi energi tetap berjalan sesuai komitmen nasional dan internasional. Namun, arahan Presiden Prabowo Subianto menuntut pendekatan yang lebih realistis, terutama dalam konteks swasembada energi.
“Kalau kita ingin swasembada, maka logikanya sumber daya yang ada di dalam negeri harus dioptimalkan. Ini agar rencana lebih realistis dan sesuai dengan kemampuan nasional,” ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Jisman P Hutajulu menjelaskan bahwa dari rencana pembangunan 16,6 GW pembangkit fosil tersebut, sebagian besar sudah dalam tahap konstruksi. Sekitar 3,2 GW bahkan telah memasuki tahap Commercial Operation Date (COD) pada 2025.
RUPTL PLN 2025–2034 menargetkan penambahan total kapasitas pembangkit sebesar 69,5 GW, dengan energi terbarukan mendapat porsi terbesar mencapai 42,6 GW atau sekitar 61 persen. Kapasitas penyimpanan energi ditargetkan 10,3 GW.