REPUBLIKA.CO.ID, NICE – Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mendesak negara-negara untuk segera meratifikasi High Seas Treaty, perjanjian internasional yang memungkinkan pembentukan kawasan lindung di perairan internasional. Ia memperingatkan, aktivitas manusia seperti penangkapan ikan ilegal, polusi plastik, dan krisis iklim semakin merusak ekosistem laut yang rapuh.
“Laut adalah sumber daya bersama terbesar yang kita miliki, tapi kita gagal menjaganya,” kata Guterres dalam pidato pembukaan Konferensi Kelautan PBB ketiga di Nice, Prancis, Senin (9/6/2025).
Ia menekankan pentingnya laut sebagai penyangga krisis iklim. Sekitar 30 persen emisi karbon dioksida global diserap oleh laut. Namun, pemanasan laut, pengasaman, dan naiknya permukaan air menyebabkan kerusakan ekosistem dan melemahkan kemampuan laut menyerap emisi.
“Gejala-gejala ini saling berkaitan, yaitu merusak rantai makanan, menghancurkan mata pencaharian, dan melemahkan ketahanan masyarakat pesisir,” ujarnya.
High Seas Treaty atau Perjanjian Laut Lepas yang diadopsi pada 2023 memungkinkan negara-negara menetapkan taman laut di perairan internasional, yang mencakup dua pertiga dari seluruh lautan dunia. Saat ini, baru sekitar satu persen wilayah laut lepas yang dilindungi.
Dorongan ratifikasi muncul di tengah lemahnya komitmen iklim global. Beberapa negara Eropa sedang menarik diri dari kebijakan keberlanjutan, sementara Amerika Serikat di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump tetap menolak meratifikasi perjanjian tersebut.
“Jika AS tidak meratifikasi, mereka tidak terikat, tapi itu tidak boleh menghambat negara lain untuk bertindak,” ujar Direktur The High Seas Alliance, Rebecca Hubbard.
Presiden Prancis Emmanuel Macron menyatakan bahwa saat ini sudah 50 negara meratifikasi perjanjian tersebut, dan 15 negara lainnya berkomitmen untuk segera menyusul. Perjanjian ini baru akan berlaku jika sedikitnya 60 negara meratifikasinya.
“Kami berharap target itu tercapai sebelum akhir tahun ini,” kata Menteri Luar Negeri Prancis dalam konferensi pers terpisah.
Amerika Serikat tidak mengirimkan delegasi ke konferensi tersebut. “Itu bukan kejutan. Kita sudah tahu posisi mereka,” kata Macron, Ahad (8/6/2025) malam.