Senin 16 Jun 2025 09:46 WIB

Eropa Barat Terancam Alami Musim Dingin Ekstrem

Suhu musim dingin bisa tembus hingga minus 20 derajat Celsius.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Musim dingin ekstrem (ilustrasi).
Foto: John Ehlke/West Bend Daily News via AP
Musim dingin ekstrem (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, DEN HAAG — Eropa Barat terancam mengalami musim dingin ekstrem, badai hebat, dan kekeringan dalam beberapa dekade mendatang. Ancaman itu muncul jika sistem arus laut utama di Samudra Atlantik, AMOC (Atlantic Meridional Overturning Circulation), terus melemah akibat perubahan iklim.

Sistem arus ini berfungsi membawa air hangat dari wilayah tropis ke Atlantik Utara dan menjaga suhu Eropa tetap hangat. Namun, riset terbaru dari Institut Meteorologi Kerajaan Belanda (KNMI) dan Universitas Utrecht menunjukkan AMOC kini berada di bawah tekanan serius.

Baca Juga

“Akibat meningkatnya jumlah curah hujan dan mencairnya lapisan es Greenland, air di Samudra Atlantik Utara menjadi kurang asin, dan karenanya juga kurang berat,” kata KNMI seperti dikutip dari NL Times, Ahad (15/6/2025).

Pelemahan AMOC disebabkan oleh aliran air tawar dari es yang mencair dan meningkatnya hujan, yang mengencerkan salinitas air laut dan mengganggu pergerakan arus dalam. Jika pelemahan ini berlanjut, Eropa Barat diperkirakan dapat mengalami penurunan suhu musim dingin ekstrem hingga minus 20 derajat Celsius, badai lebih sering dan kuat, serta kenaikan permukaan laut yang lebih cepat.

Para ilmuwan memodelkan skenario di mana emisi gas rumah kaca global ditekan. Meski begitu, suhu rata-rata bumi tetap diperkirakan naik 2,7 derajat Celsius pada 2100 dibandingkan era pra-industri, karena emisi yang sudah ada terus memanaskan atmosfer.

Model ini menegaskan bahwa penurunan emisi tidak otomatis menghentikan gangguan besar pada sistem iklim dunia, termasuk ancaman pelemahan AMOC.

“Jelas bahwa perubahan pada AMOC akan menyebabkan perubahan signifikan pada iklim,” ujar KNMI dalam laporan tersebut.

KNMI menekankan, temuan ini masih merupakan perkiraan awal dan diperlukan riset lanjutan untuk memahami dampak penuh yang mungkin terjadi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement