Selasa 17 Jun 2025 19:06 WIB

Second NDC Indonesia Belum Diajukan, Ini Alasannya

Akurasi data sangat penting dalam penyusunan NDC.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Emisi karbon (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Emisi karbon (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Indonesia belum mengajukan dokumen Second Nationally Determined Contribution (NDC) ke Sekretariat UNFCCC meski tenggat waktu sudah lewat. Pemerintah dinilai perlu berhati-hati agar dokumen tersebut mencerminkan capaian dan data terbaru, terutama dari sektor kehutanan.

Penasihat Tim Kerja FOLU Net Sink 2030, Agus Justianto, mengakui bahwa penyampaian second NDC mengalami keterlambatan. Ia mengatakan pengajuan seharusnya dilakukan awal tahun, namun belum bisa diselesaikan karena sejumlah dinamika yang terjadi belakangan ini.

Baca Juga

“Kita sudah mengalami keterlambatan, harusnya di awal tahun kita mengajukan second NDC Indonesia ke Sekretariat UNFCCC. Namun tampaknya dengan adanya dinamika saat ini belum bisa diserahkan. Tapi menurut saya ya dalam menyampaikan atau menyerahkan Second NDC ini kita harus hati-hati ya,” kata Agus, Selasa (17/6/2025).

Agus menegaskan pentingnya akurasi data dalam penyusunan NDC. Evaluasi capaian FOLU Net Sink 2030 yang kini telah memasuki pertengahan periode, menurutnya, menjadi kunci untuk memastikan target yang diajukan realistis dan berbasis bukti.

Hasil evaluasi itulah yang akan menjadi dasar dalam penyusunan second NDC sebelum disampaikan secara resmi. Ia juga menyatakan komitmen pemerintah untuk tetap memenuhi target-target yang sudah ditetapkan.

FOLU Net Sink 2030 adalah pilar utama dalam strategi mitigasi perubahan iklim Indonesia. Program ini menargetkan penurunan emisi sebesar 140 juta ton CO₂ ekuivalen dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya pada tahun 2030.

Target tersebut menjadi bagian dari komitmen NDC Indonesia secara keseluruhan, yaitu pengurangan emisi sebesar 31,89 persen secara mandiri dan hingga 43,2 persen jika mendapat dukungan internasional. Pemerintah menargetkan sektor kehutanan menjadi penyerap karbon bersih (net sink) pada 2030.

Untuk mencapainya, empat strategi utama dijalankan, yaitu pencegahan deforestasi, pengelolaan hutan lestari, perlindungan ekosistem gambut, serta rehabilitasi hutan dan lahan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement