REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON — Penelitian terbaru memprediksi manusia akan melepaskan gas rumah kaca dalam jumlah sangat besar dalam waktu kurang dari tiga tahun. Emisi ini akan mendorong suhu bumi melewati ambang batas yang ditetapkan ilmuwan untuk menghindari dampak terburuk dari pemanasan global.
Dalam laporan Indicators of Global Climate Change, para ilmuwan memperkirakan pada awal 2028 jumlah karbon dioksida yang dilepaskan aktivitas manusia akan cukup untuk menciptakan peluang 50 persen atau lebih bahwa dunia terkunci pada kenaikan suhu jangka panjang sebesar 1,5 derajat Celsius dibandingkan era praindustri.
Studi yang melibatkan 60 ilmuwan internasional ini mengungkapkan emisi karbon meningkat lebih cepat dibanding perkiraan tahun lalu. Laju pemanasan global yang disebabkan manusia mencapai hampir 0,27 derajat Celsius per dekade.
Ketidakseimbangan energi bumi, yaitu selisih antara panas yang diserap dari matahari dan panas yang dipantulkan kembali ke angkasa, juga meningkat 25 persen dibandingkan satu dekade lalu. Data ini menunjukkan bumi terus menyerap lebih banyak panas daripada yang dilepaskan, mempercepat dampak perubahan iklim.
“Pelepasan emisi tidak hanya semakin buruk, tapi juga semakin cepat. Kita sedang bergerak ke arah yang salah pada periode krusial yang dibutuhkan untuk memenuhi target iklim paling ambisius kita. Sejumlah laporan sebelumnya memberi harapan, tapi saya rasa tidak ada harapan dalam laporan ini,” kata penulis utama laporan dan anggota kelompok pemantau iklim Zeke Hausfather, Kamis (19/6/2025).
Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Earth System Science Data tersebut menunjukkan hanya tersisa sekitar 143 miliar ton karbon dioksida yang masih dapat dilepaskan sebelum batas 1,5 derajat Celsius menjadi mustahil dihindari.
Dengan tingkat emisi tahunan saat ini sebesar 46 miliar ton, ambang batas itu diperkirakan terlampaui pada Februari 2028. Saat ini, dunia telah mengalami pemanasan sekitar 1,24 derajat Celsius dibanding masa praindustri.
Batas 1,5 derajat Celsius yang disepakati dalam Perjanjian Paris 2015 merupakan pilar utama dalam upaya global mengatasi perubahan iklim. Jika terlampaui, dunia berisiko menghadapi gelombang panas dan kekeringan yang lebih sering, badai yang lebih dahsyat, serta kenaikan permukaan laut yang mengancam negara-negara kepulauan. Dampaknya akan sangat dirasakan oleh kelompok masyarakat paling rentan dan miskin.
Para ilmuwan menekankan bahwa meskipun ambang batas ini dilewati, upaya pengurangan emisi dan mitigasi tetap penting. Beberapa ahli menyatakan bahwa mempertahankan batas 1,5 derajat mungkin sudah tidak realistis, namun setiap kenaikan suhu membawa konsekuensi tambahan yang harus ditekan semaksimal mungkin.
Secara keseluruhan, laporan ini menjadi pengingat keras bahwa waktu untuk bertindak semakin sempit. Tindakan drastis dan segera dalam mengurangi emisi gas rumah kaca sangat dibutuhkan untuk menghindari kerusakan iklim yang tak terkendali.
View this post on Instagram